(Se)Kilas

     Aku menatapnya lekat-lekat. Seseorang yang duduk santai menikmati cemilannya. ia sedang menikmati pemandangan di danau komplek ku. menikmati senja yang sebentar lagi menunjukkan diri dengan malu-malu. Terkesan cuek memang. Ah, atau ia sedang membiarkan ku menikmati matanya itu? senyumnya yang selalu merekah itu?

     "Na, udah mau maghrib. Ayo pulang." Ia berdiri dan menggenggam pergelangan tangan ku dengan sedikit memaksa. Tangannya bergetar. Aku sangat suka membuatnya kesal. meski ia menarik tanganku aku tetap tak beranjak dari rerumputan yang aku duduki. "Ayolah Na, Aku males deh kalau kamu mulai begini. Aku kan sudah janji pada Ayah mu hanya sampai sore." Ia mulai menarik pergelangan tanganku. 

Aku menatapnya nanar, berharap ia memberi ku sedikit waktu lagi disini. "Ayo sayangku." Ia mengucapkan itu dengan sangat lembut. aku beranjak berdiri di tuntun tangannya yang....kurus. Tulangnya terasa mengenai kulitku. Di hujani cahaya senja,kami berjalan pulang.

*****

Ryan. Aku mengenalnya dari kecil. Pertemuan pertama ku ketika umur ku baru 7 tahun. Dunia ku yang penuh kesendirian dan keheningan menjadi terusik olehnya. Badannya yang tambun menghalangi cahaya siang yang masuk dari jendela besar ruang tamu ku. Aku masih tak perduli. Dengan tubuh tambun nya ia mondar mandir yang menyebabkan sinar matahari selang-seling menerangi ruangan itu. aku mulai terganggu.Dunia ku merasa terusik. aku bersiap-siap untuk menghadriknya.
      
  "Eh,itu, kamu... anu..." Ryan yang ketika itu belum ku kenal membuka suara terlebih dahulu. Aku diam menanti lanjutan kalimatnya.
       
 "Kamu.. itu, kamar mandi dimana? aku..aduh..kamar mandi...itu Papa gak ada aku mau aissh..." Dia terlihat sangat bingung menyampaikan kata-katanya. Tapi aku cukup bisa menangkap maksudnya. Aku berdiri tanpa berkata apa-apa. Tanpa di suruh ia mengikuti ku. Melewati lorong-lorong rumah ku yang seperti kastil tua. kamar-kamar tua menghamburkan bau obat-obatan yang kurang aku sukai.
       
 "Ka..kamar mandinya di mana sih?issh... aduh.. aku mau pi..phiiiss" tiba-tiba Ia memecahkan keheningan. aku menoleh. mendelik. yang mau nunjukkin kamar mandi siapa juga?. Aku berbalik badan dan kembali ke ruang tamu dan menuju sudut ruang tamu. jari ku mengacung mengarah ke pintu kayu yang memiliki banyak lubang-lubang vertikal di bagian bawah pintu. pintu kamar mandi. Ryan segera berlari menghambur ke arah pintu. tangannya kanannya dengan cepat memegang handle pintu sementara tangan kiri nya menahan bagian selangkangan nya. rusuh sekali. sebelum ia menutup pintu ia menatap ku.
     
   "Jangan pergi dulu ya!jangan pergi! tungguin aku!" Brak! Ryan menutup pintu. aku terdiam di depan pintu. bukan untuk menunggunya. walau pada akhirnya aku menunggunya. Lama sekali? pikir ku sambil melirik jam besar di atas pintu. di rumah ku jam ada di mana-mana. Eh?apa dia pingsan?atau bunuh diri di kamar mandi seperti di komik detective? khayalan ku mulai menceracau kemana-mana.
       
"krieet" pintu kamar mandi terbuka. Lamm.. hampir saja aku keceplosan berkata 'lama sekali' . 
      
"Ehehehe.. lama ya? iya nih, aku ga tau kalo pipis kok  lama ya? ehehe... oh iya, nama aku Ryan" Ia mengulurkan tangannya sambil nyengir.
        
Eh? dia kan abis dari kamar mandi? tangannya..euuh
        
"HIH!"  dengus ku keras. aku berlari meninggalkan Ryan si bocah tambun menuju kamar ku di lantai 2.

*****

       Setelah pertemuan pertama itu ia semakin sering ke rumah kastil ku. sejak pagi sampai sore. walau saat pagi ia ada di ruangan ayahku bersama papanya. saat ku tanya, pipi gembulnya hanya terangkat ke atas. lalu kami bermain kembali. begitu setiap hari. Sekolah?
       
Aku memang tak pernah mengenyam bangku sekolah sejak kecil. Tapi aku bisa membaca, menulis dan berhitung dengan sangat baik. Ayah bilang aku anak yang cerdas. dan wajahku juga cantik seperti mendiang ibuku. Ya,saat aku lahir ibu meninggal. Sementara Ayah kala itu malah menolong hidup orang lain. Aku menjadi sangat pendiam dan bermain dengan imajinasiku sendiri. Aku hampir tak perduli dengan orang-orang sekitarku sampai akhirnya kedatangan Ryan mengusikku.
     
 "Aku ga bisa sekolah lagi. Padahal ada cewe yang aku suka di sekolah." Celotehnya suatu ketika. aku tak bergeming. tangan ku sibuk menyisir rambut barbie.
    
  "Di sekolah rame. temannya banyak. tiap pagi papa antar aku sekolah dan aku bisa main dengan banyak orang. gak kayak sekarang. aku di antar kesini mulu dan cuma punya teman kamu." Dahi ku mengernyit mendengarnya. Hah,teman? sejak kapan?
     
 "Anna." aku menoleh. "kamu gak mau tau kenapa aku ga bisa ke sekolah lagi?" Aku menggeleng.
      
"Aku kena kanker di kandung kemih." dia melanjutkan tanpa ku minta. namun kali ini kau tak mengacuhkannya.
      
"Ryan.. kena kanker?" aku terdiam. dan dia juga terdiam lama.

******

Entah sejak kapan aku jatuh cinta dengannya. semua mengalir begitu saja. bahkan aku lupa kalau dia berada di rumah ku karena penyakitnya. Terkadang aku berpikir jahat berharap agar dia tidak sembuh agar dia tidak punya alasan untuk keluar dari rumah ku. seperti saat dia akan melakukan pengobatan di luar negeri selama seminggu. aku sangat kehilangan dan takut dia akan sembuh. tapi ternyata tidak. dia masih perlu rehabilitasi dengan ayahku.

*******

Kini semua usai. Sejak terakhir kami pulang di hujani cahaya senja, keadaanya semakin memburuk. dia di isolasi di kamar khusus. lalu dia.... meninggalkan aku untuk selamanya.

kilasan-kilasan tentangnya masih berkecambuk di hati dan pikiranku. aku bingung, dulu aku tak ingin dia sembuh, namun karena penyakitnya dia malah pergi dan tak kembali. 

#NULISRANDOM2015


       
            


1 komentar:

Kalau ada yang ga bagus tolong dikasi tau ya, biar penulis bisa menyempurnakan tulisannya :)
kalau ada ide lanjutan cerita juga di terima...
Makasih :D

Tags