Ayah

Darinya, ku kenal islam

Darinya, iqomah pertama yang ku dengar

Meski saat itu hatinya gusar

Meski dadanya masih berdebar


Dia yang dengan lembut memijat kakiku

Saat udara dingin membirukan telapakku


Kala itu nasal aspirator belum lazim

Ditengah isak sesakku,

Dia terdepan menjadi pengganti alat itu


Dia yang mengajariku diatas roda dua

Sampai mesin beroda dua

Jatuh berdua

Mengomeli kesalahan ku untuk kesekian kalinya


Dia yang tak pernah absen menjemputku sekolah

Saat sedang berada di kota tercinta


Hidup keluarga ini berada, bukan kaya

Alat telekomuniasi kala itu mahal harganya

Demi bisa terus tau posisiku berada

Handphone siemens generasi pertama tergantung di dada


Aku lama dijemput, telpon ayah

Aku jatuh, telpon ayah

Aku bertengkar, telpon ayah

Aku tabrakan, telpon ayah

Aku kehilangan, telpon ayah


Dia yang memukulku saat tidak sholat

Mencecar ketika omonganku sudah lagi tak taat

Memaksaku duduk untuk mendengar nasihat

Menyuruhku menghentikan tangis saat bicara sudah tersendat-sendat


Raut muka yang selalu disembunyikan

Saat aku bertanya uang kuliahku kapan dibayarkan

Menyuruhku sabar dan jangan dipikirkan

"Tanggal berapa tenggatnya? Ayah akan usahakan"


Dia yang dengan gagah

Membawa batang bambu, jangung, tebu,

Apapun itu

Semua yang kubutuh

Dan masih bertanya "Apalagi yang bisa Ayah bantu?"


Mau kemana? ayah antar

Mau pergi kemana? ayah kunjungi


Dia di tengah keterbatasan

Mendukung penuh agar aku melanjutkan pendidikan


Seringkali aku yang kesal,

Dia yang tak pernah mengakui kekurangan,

Dia yang merasa bisa mengerjakan semua,

Dia yang mapu menangani setiap masalah,


Dia, Ayahku.


Ayah nomor satu di seluruh Dunia.


(sajak ini akan aku lanjutkan setelah aku menikah)


25 Februari 2022


Luhur

Betapa luhur hati pendahulu

memasukkan hak hewan dan hutan

dalam peraturan negara berbentuk uu


Entah hanya meniru

bangsa-bangsa yang merdeka lebih dulu


atau memang penting melindungi jati diri

sebagai jambrud khatulistiwa abadi


Kita istimewa, Indonesia


kini atas nama ekonomi

percaya bangsa atau kelompok sendiri

amanat leluhur harus diberangus


karena, hidup hanya sekali

untuk apa memikirkan mereka yang sudah mati


Betapa luhur...

Tuan yang Malang

Malang nian tuan
Berlian terkubur pasir
Pikirnya ia tidak bersinar
Karena alam menguburnya

Malang nian tuan
Semua sia-sia
Langkah-langkah kosong
Bias mata memandang

Malang nian tuan
Ia kira cahayanya bisa meredam
percikan kecil, api dari tembaga
Membungkam semua dengan elegan

Malang nian tuan
Sungguh malang

Ia akan terbenam jauh kedalam
Karena gemerlap yang ia nikmati sendirian

Tags