Yang, Sudah. Tidurlah.

Semakin malam, semakin liar kepalaku berpikir. Menulis, menghapus, menulis sajak-sajak yang terlintas dalam pikiran lalu mencoret beberapa huruf, kata, satu kalimat penuh. Meremas kertas, membuangnya ke lantai dingin dari pawana. Mengambil kertas baru, mencoret, memungut remasan tadi, membuka dan menyalin beberapa kata kembali.

Kafein. Pecandu mencibir mereka yang terjaga lewat tengah malam karena meneguk satu sloki espresso dengan susu kental manis satu gelas.

Mata sudah berat, ayal menulis kembali. 

Neuron-neuron masih saja saling berkelakar melempar impuls, bergosip kasus terbaru atau mempertanyakan apakah pedang takkan bisa lagi menghujam musuh apabila digunakan untuk mengiris bawang sebelumnya. Kenapa pula bisa begitu, entahlah, mungkin tukang masak sudah tak ada pisau untuk membuat masakan para prajurit, karena tumpul semua setelah memotong bawang.

Dendrit menari-nari. Menggapai teman lain yang juga masih dibawah pengaruh kopi terbaik menurut pemilik ladang.

Pikiran semakin liar, bukan terhadap hal negatif. Tentu. Karena kaki masih mencecah, artinya kita dipengaruhi geotropisme positif.

Apa kubilang, tulisannya ini semakin merajalela, bukan?

Lalu kenapa kau masih disini? Mengajakku beristirahat, wah tidak bisa. Dopping ku belum habis. Bisa-bisa bila ku paksa lelap, aku akan salto dalam tidur.

Yang, sudah.

Baik.

Sampai jumpa sebelum mentari menari, bisakan?

Menapaktilasi Hidup Sendiri

Ada satu masa kita bosan dengan hidup
Oksigen tak lagi nikmat untuk dihirup
Mati tak boleh,
Hanya bisa bertahan sudah

Tidak boleh juga pasrah

Permasalahannya, apa yang membuatmu putus asa?
Mari berdialog dengan diri sendiri
Mengulas kembali perjalanan yang telah dititi
Karena masa depan, tak meminta kata tapi

Tarik mundur satu - dua tahun lalu
kamu hebat melalui terpaan pandemi
Langkah memang terhambat satu-satu
Lalu, semua terlewati,
Kan?

Tarik mundur 5 tahun lalu
tawa bahagiamu diawal dua puluh
mimpi-mimpi tertulis rapi dalam buku
sudah tak terasa lagi tetesan peluh

Jauh ke sepuluh tahun lalu
Bunga-bunga kejayaan masa remaja menerpa 
Beberapa momen tentu membuatmu malu
Momen lainnya, tatapan terlempar padamu seperti memuja

Lima belas tahun yang lalu
Perasaan kehilangan pertama
Diri seperti kehilangan arah, semu
Pertama kalinya tameng pembela tiada

Jiwa tidak baik-baik saja
Namun raga baik-baik saja

Kita hidup dengan kesyukuran
Aib juga sudah ditutup oleh Tuhan
Lalu, apalagi yang harus dikhawatirkan?

Semua ada penyakit ada obatnya,
Diri ini pasti akan segera sembuh,

Hanya perlu sedikit berjuang
Kita selalu punya peluang.

Hiduplah jiwa bebas!
Harus berapa banyak validasi untuk meyakinkan diri
bahwa banyak yang ingin hidupmu saat ini
bahwa Tuhan memberimu keberkahan
bahwa Tuhan menguji mu untuk selalu di jalan kebaikan
bahwa kau, sedang Tuhan rindukan.

Kembalilah hidup...

Segera.

Tags