Heart Attack

Hai dunia, apa kabarmu?
Di berita katanya kau semakin memburuk saja
Aku tak perduli
percuma, tiada solusi
karena pada akhirnya aku akan mati
dan hanya jasad yang ku tinggalkan disini



Hai dunia, mengapa kau jadi sekejam ini?
mungkin kau membalas perlakuan kami
manusia-manusia keji
yang lupa diri
sehingga bencana beruntun kau limpahkan di permukaan bumi




Hai dunia, bolehkan aku meminta?
walau aku tahu tak pantas meminta pada dunia
seharusnya aku meminta pada yang Kuasa
Namun raga ku, seolah kepadamu memuja

Hai dunia, lembutlah sedikit untukku
akhir-akhir ini aku semakin kacau
rapuh dalam sendu

Hai dunia, Hai dunia
Hai dunia

Selamat Tinggal

Cerpen - Suatu Hari di Dunia Peri

HHAH!
Pagi itu aku bangun dengan dada yang terasa sesak. Sebuah mimpi. Bukan mimpi buruk sebenarnya tapi ini membuatku menjadi buruk. Aku memimpikanmu....

Tiba-tiba aku berada dikolam peri bersamamu. Harum lumut semerbak merasuk ke jalur pernapasanku. Airnya berwarna biru cerah meski atap langit ditutupi rimbunnya daun semak liar. bebrati ini bukan pantulan dari atap bumi, namun alga biru memancarkan sekresi dari permukaannya. Substrat pasir menggelitik dua pasang kaki telanjang yang bernaung di atasnya. Kita bersama hanya berdua di bawah langit Tuhan yang berkuasa.

Bersama tanpa suara hanya hembusan angin yang berbicara. Kicau burung bergema dan gesekan daun menjadi musik yang memanjakan telinga. Tanpa saling tatap kita berjalan menuju arah yang sama.
Pic by: Soraya Pertiwi

Sebuah kursi tua yang terlihat lapuk menjadi pilihan. Dingin serasa menusuk tulang belakang. Bersamamu semua menjadi terasa hangat. Kita masih diam seolah terikat menjadi bagian dari tumbuhan yang tak bergerak. Aku masih menunggu kemana alur mimpi ini berlanjut.

Hmmmm....

Sebuah tarikan nafas berat.

"Sadarkah kau ini sebuah mimpi?" Tanyamu tanpa menoleh kepada ku. Aku menggangguk pelan sambil memain-mainkan kaki ku, menendang-nendang udara.
"Sial, aku pun sadar ini mimpi. Berarti saat kita terbangun kita akan tahu bahwa kita terjebak di mimpi yang sama."

Aku menoleh cepat dan secara bersamaan kamu juga menoleh.

"Mak, maksudmu ini benar-benar kamu dan sekarang kamu sedang berbaring di tempat lain?" tanyaku sedikit tergagap.
"Bila responmu seperti itu, berarti ini benar adanya." Jawabmu lalu kau lanjut. "Aaaaah.... dari semua wanita dalam kehidupanku kenapa aku harus terjebak dengan teman masa kecilku yang merusak persahabatan dengan sebuah perasaan sesaatnya?"

"Apa maksudmu dengan sebuah perasaan sesaat? dan kenapa kau bisa berbicara selugas itu? selama ini kau tak pernah mengatakan hal yang akn menyakiti perasaanku!"

"Mimpi ini tak nyata, dan aku juga hanya berbicara dengan imajinasi yang ku bangun dalam perasaanku. Ayolah, tidak mungkin benar ada orang yang terjebak di mimpi yang sama apalagi di tempat seindah ini. Aku membangun dunia khayalku sendiri. Dan kau juga berada dalam khayalanku."

Bulir mataku hampir jatuh setelah kata-katanya menguasai perasaan yang telah kukubur dalam tempo dulu.
"Ba..baik kalau menurutmu aku adalah khayalanmu, setelah aku menyatakan perasaanku dulu ada yang kau rasakan?"
"Sakit!" jawabmu keras.
"Harusnya sejak dulu dirimu sadar bahwa tak mungkin seorang perempuan dan lelaki yang bersahabat dari kecil tak punya perasaan ingin memiliki sedikitpun. meski ada peluang hanya bertepuk sebelah tangan tapi tolong jaga perasaanku! segampang itu kau pergi dengan lelaki yang belum tentu tidak akan menyakitimu!"

Sudah. Jatuh sudah air mata ku.
"Aaaah dan kini khayalanku menangis. Aku yang membuatnya menangis. Baguslah, selama ini aku hanya menghetikan tangisan mu yang disebabkan orang lain."

"Dimana?" tanya ku parau.
"Apanya?"
"Sekarang kau ada dimana?"
Kau terdiam sejenak.
"Disini. Aku disini. Sampai lusa."
"Baik, aku akan mencari tempatmu dan menemuimu esok. Mimpi ini sudah usai. Saat kita terbangun kita akan terjebak lagi di dunia nyata."
******
"RAKA!"
"Ri..sa? Risa!" 
Aku berlari menjejaki pasir sungai yang diselimuti alga biru. dingin yang sama, gema kicau burung yang sama dan musik dari gesekan daun yang sama. Dan aku menghambur ke pelukan Raka yang menghilang dari pandanganku selama 2 tahun.

"Bagaimana bisa kau menemukan tempat ini?" tanya Raka sambil mendekapku erat.
"Peri yang menuntunku kemari."

Tags