Yang, Sudah. Tidurlah.
Menapaktilasi Hidup Sendiri
26
Dua puluh enam tahun
Angka ini tidak pernah terpikirkan secara khusus akan aku capai
Manusia tanpa ambisi
dan ketakutannya akan usia usai dini
membuatnya hanya berpikir jangan sampai mati dalam sunyi
atau hilang diantara dosa
Kumohon, Tuhan. Kepada-MU aku meminta ampunan
Keinginan berkeluarga,
Ada.
Tanpa memikirkan, melewetai angka dua puluh enam dan sesudahnya.
Seolah, dunia akan berhenti di dua puluh lima.
Seperempat abad.
Usia yang seharusnya sudah matang secara raga dan jiwa
Bisa mengendalikan emosi
Punya ambisi
Tau tujuan untuk diri sendiri
Salahkah menjadi manusia naif,
insan ini hanya ingin bertemu rabbnya dengan keadaan yang baik
ingin menjumpai Nabinya dengan bentuk yang baik
Ketakukannya di dunia akhir jaman ternyata tumbuh menjadi manusia munafik
Takut. takut. takut.
Wajar.
Baiklah.
Dua puluh enam tahun.
Berapa tahun sudah setelah akhil baligh
Berapa tahun sudah memupuk dosa-dosa
yang seringkali
disengaja.
Penanggalan masehi.
Saat hari berganti.
angka satu menjadi dua
mereka satu persatu mengucapkan panjang umurnya
fajar menyingising
Lelaki pertama dalam hidup menelpon melalui telepon seluler
Mengucapkan doa-doa dan harapan terbaik
yang masih sering kupatahkan dengan sikap-sikap ku
Tepat dijam lahir, wanita yang melahirkanku menghubungiku melalui videocall
bertanya bungsunya kapan pulang
biar bisa makan kue bolu bersama
Pulang
dihari bahagia sang putri
sakit
5 hari
lalu semua lupa tentang rencana-rencana bahagia
Usia bertambah
tak ada perubahan.
Semoga ada.
Semoga ada.
Ke arah yang lebih baik.
Doakan aku selalu dalam jalan kebajikan.
Doakan aku melewati tahun-tahun berikutnya dijalan kebenaran.
Doakan aku menghembuskan nafas dalam Islam.
Cangkang
Resensi novel Amba karya Laksmi pamuntjak
Ini kali pertama aku mencoba membaca jenis novel bahasa Indonesia dengan pilihan kata yang tidak ringan. Kenapa aku bilang tidak ringan? karena novel ini ini memiliki kosakata yang jauh lebih kaya dari novel-novel Indonesia yang sebelumnya aku baca. Berbeda dengan karya-karya Sapardi Djoko Samono yang dihiasi kata-kata puitis, lembut dan sarat makna, Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak ini dihujani kata-kata bahasa indonesia yang jarang digunakan sehari-hari. Sampai-sampai aku harus menyediakan KBBI disebelahku saat membaca novel ini.
Jadi secara beruntung aku dipinjami novel Amba cetakan keempat oleh salah satu senior di tempat kerja.
Judul : AmbaPenulis : Laksmi Pamuntjak
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Keempat edisi baru Okober 2013
Tebal : 577 halaman
Untuk kalimat pembuka, Laksmi memilih kata "Untuk mereka yang pernah ditahan di Pulau Buru yang telah memberiku Sepasang Mata baru". Di sini aku baru tahu bahwa Indonesia punya Pulau Buru hahaha! ya sejelek itu pengetahuan geografiku. Novel ini awalnya ditulis dalam bahasa Inggris lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan penyusunan kata yang lebih ciamik
"Di Pulau Buru laut seperti seorang ibu dalam dan menunggu" menjadi kalimat pada alinea pertama dalam novel ini. Novel ini menceritakan tentang sosok perempuan bernama Amba yang mencari makam 'suami' nya bernama Bhisma di pulau buru. Pencarian dengan petunjuk yang sangat minim membuat kisah ini menjadi begitu rumit pada bab pertama. Kecurigaan penduduk setempat dan serangan yang dihadapi Amba menambah kesulitannya dalam mencari jejak Bhisma.
Amba adalah seorang anak pertama dengan sepasang adik kembar yang cantik. Begitu pula Amba, mesi tidak secantik kedua adiknya, ia memiliki gestur yang anggun dan menawan. Ibunya yang dulu seorang kembang desa dan menurunkan kecantikan itu kepada anak-anaknya, merawat mereka semua dengan penuh welas asih khas perempuan jawa. Ayahnya adalah seorang guru yang lurus, baik dan berprestasi hingga diundang ke pertemuan guru-guru di UGM.
Saat pertemuan di UGM itu, kedua orangtua Amba berjumpa dengan Salwani. Dosen muda yang baik, sopan dan satun. Sosok calon suami yang sangat sempurna untuk Amba, di mata orangtuanya.
Salwa mendekati Amba dengan sangat baik, mendukung mimpi-mimpi Amba, memahami setiap buah pikir Amba yang cenderung berbeda dari orang-orang kebanyakan. Amba cerdas, Salwa tau dan meng-apresiasi itu dengan baik.
Namun Amba merasa tak bisa hidup dengan ketenangan. Ia ingin terus mengasah dirinya lebih dan lebih. Saat ia kuliah Sastra Inggris di UGM, teman-teman diskusi 'bule' nya satu persatu menghilang karena terjadi ketengangan antara eks penjajah dengan kelompok nasionalis. Belum lagi pergerakan gerilya PKI.
Amba menemukan pengumuman bahwa rumah sakit di Malang membutuhkan penerjemah. Meski tau saat itu Malang sedang dalam kondisi yang sangat bahaya karena banyak penculikan juga pembunuhan, ia tetap pergi demi menuntaskan kepuasan dirinya.
Kalau aku melihatnya, Amba ini Rebel banget sih.
Ia memberi tahu kepada Salwa bahwa ia akan pergi ke Malang. Kepada Om dan Tantenya yang ia tumpangi selama di Jogja, Amba mengatakan bahwa ia akan kerja kelompok selama beberapa lama di rumah temannya. Untuk keliarganya di Kediri, Amba tak memberi kabar apa-apa.
Salwa, lagi-lagi harus memahami 'rebel' nya Amba. Dengan penuh kasih sayang, Salwa tetap mengirim surat dan memastikan bahwa Amba baik-baik saja di sana. Sayangnya, Amba sudah tak lagi punya gairah menanggapi kata-kata indah dari Salwa. Karena, di Rumah Sakit itu ia menemukan sosok yang berbeda dari orang lain seumur hidupnya.
Namanya, Bhisma.
Bhisma adalah seorang dokter lulusan Jerman. Saat itu, Jerman sangat kental dengan komunis. Apakah Bhisma terlibat dengan komunis atau tidak? tidak tahu.
Hubungan Amba dan Bhisma begitu intim. Dan Bhisma tidak tahu keberadaan Salwa. Karena Amba tidak memberi tahu. Sampai akhirnya amba memberi tahu, tentu saja Bhisma tak melepas Amba begitu saja.
Sayangnya, meski Bhisma menunjukkan cinta dan rasa posesifnya ke Amba, akhirnya mereka terpisah disebuah pertemuan untuk mengenang salah satu pentolan PKI.
Perpisahan itu tak hanya memisahkan sepasang kekasih tapi juga seorang anak dengan ayah Biologisnya.
Amba pun 'kabur' ke Jakarta. Tempat yang ia dan Bhisma impikan untuk melanjutkan hidup. Ia berharap pada suatu hari ia akan bertemu kembali dengan Bhisma di Jakarta.
Setahun kemudian, Amba baru mengirim surat kepada keluarganya di Kediri yang tentu isinya melukai hati kedua orangtuanya. Surat kepada Salwa, tetap saja Amba memberi bahasa agar Salwa memaklumi seluruh tindak tanduk yang Amba lakukan.
Salwa, adalah seorang lelaki baik, sopan, santun dan memilih hidup dengan lurus. meski tak lagi menaruh cinta, sampai akhir Salwa memberi empati pada Amba.
Entahlah cerita mahabharata bahwa tokoh Amba dicampakkan oleh kedua lelaki, Salwa dan Bhisma adalah sama dengan kisah Amba yang ini?
Bagaimana kondisi di Pulau Buru sejak menjadi pulau tahanan politik? Bagaimana nasib para tahanan? Dimana Bhisma sebernanya?
Buku ini sangat menarik untuk dibaca secara perlahan. Laksmi Pamuntjak berhasil menyajikan salah satu catatan sejarah dengan baik meski ada beberapa kejadian yang dirubah untuk menyempurnakan alur cerita.
Sekian.
Catatan : Lanjutan kisah ini ada di Novel "Srikandi"
Ayah
Darinya, ku kenal islam
Darinya, iqomah pertama yang ku dengar
Meski saat itu hatinya gusar
Meski dadanya masih berdebar
Dia yang dengan lembut memijat kakiku
Saat udara dingin membirukan telapakku
Kala itu nasal aspirator belum lazim
Ditengah isak sesakku,
Dia terdepan menjadi pengganti alat itu
Dia yang mengajariku diatas roda dua
Sampai mesin beroda dua
Jatuh berdua
Mengomeli kesalahan ku untuk kesekian kalinya
Dia yang tak pernah absen menjemputku sekolah
Saat sedang berada di kota tercinta
Hidup keluarga ini berada, bukan kaya
Alat telekomuniasi kala itu mahal harganya
Demi bisa terus tau posisiku berada
Handphone siemens generasi pertama tergantung di dada
Aku lama dijemput, telpon ayah
Aku jatuh, telpon ayah
Aku bertengkar, telpon ayah
Aku tabrakan, telpon ayah
Aku kehilangan, telpon ayah
Dia yang memukulku saat tidak sholat
Mencecar ketika omonganku sudah lagi tak taat
Memaksaku duduk untuk mendengar nasihat
Menyuruhku menghentikan tangis saat bicara sudah tersendat-sendat
Raut muka yang selalu disembunyikan
Saat aku bertanya uang kuliahku kapan dibayarkan
Menyuruhku sabar dan jangan dipikirkan
"Tanggal berapa tenggatnya? Ayah akan usahakan"
Dia yang dengan gagah
Membawa batang bambu, jangung, tebu,
Apapun itu
Semua yang kubutuh
Dan masih bertanya "Apalagi yang bisa Ayah bantu?"
Mau kemana? ayah antar
Mau pergi kemana? ayah kunjungi
Dia di tengah keterbatasan
Mendukung penuh agar aku melanjutkan pendidikan
Seringkali aku yang kesal,
Dia yang tak pernah mengakui kekurangan,
Dia yang merasa bisa mengerjakan semua,
Dia yang mapu menangani setiap masalah,
Dia, Ayahku.
Ayah nomor satu di seluruh Dunia.
(sajak ini akan aku lanjutkan setelah aku menikah)
25 Februari 2022
Luhur
Betapa luhur hati pendahulu
memasukkan hak hewan dan hutan
dalam peraturan negara berbentuk uu
Entah hanya meniru
bangsa-bangsa yang merdeka lebih dulu
atau memang penting melindungi jati diri
sebagai jambrud khatulistiwa abadi
Kita istimewa, Indonesia
kini atas nama ekonomi
percaya bangsa atau kelompok sendiri
amanat leluhur harus diberangus
karena, hidup hanya sekali
untuk apa memikirkan mereka yang sudah mati
Betapa luhur...
Tuan yang Malang
Tags
- Cerpen (29)
- HST (5)
- Melodi Kata (95)
- SPEAK UP (3)
- Teriakan Kata (7)