Biram Belantara

bukan karhutla riau.

Hening menyesap menghisap asap
Menarik satu nafas terasa menghabiskan setengah abad

Melirik ke kanan dan ke kiri
mencari jawaban sama tak pasti

Kemana harus mengadu
Siapa yang sedang di adu

Bukan anak adam hawa saja yang tersiksa
Yang di selamatkan Nabi Nuh pun menjadi tuna wisma

Diatas kuasa masih ada harta
Siapa yang kaya dan berkuasa
Tentu dia menjadi prioritas utama
Siapa kita?

Rakyat jelata sudah,
Suara-suara hanya jadi sampah,
Buih-buih sebentar lagi akan rata

Sudah kubilang, tak usah mendamba.

-16 September, duduk diam berpikir tanpa akhir solusi.
M.A.

Aku Tidak Suka Dia

“Aku tidak suka dia” akhirnya kata itu tebal terpatri dalam pikiran ku. Bukan berarti benci, hanya saja pribadinya aku tidak suka dan memutuskan untuk tidak berususan dengan orang sepertinya. Sejak awal aku suah melihat pribadi seenaknya dari dirinya. Tentu aku memahami hal itu Karena aku pun tipe orang yang cukup sering bertindak seenaknya, memotong pembicaraan orang lain, menyanggah ide-ide orang, merasa diri paling baik memberi kritik. 


Sampai aku menemukan sosok itu di diri oranglain. Astaga, sungguh menyebalkan.

Dulu, akupun juga begitu. Sifat extrovert ku yang meluber kemana-mana membuat aku cuek pada pandangan sekitar. Aku benar, aku benar, aku benar terus mengakar dalam hati tanpa ada keraguan sedikitpun. Sulit sekali menembus pertahanan ke egoan ku. Hanya beberapa orang yang mampu menyentuh halus kadang-kadang menyadarkan ku. Ku tegaskan, kadang-kadang.

Lagi, Sampai aku menemukan sosok itu di diri oranglain. Astaga, sungguh menyebalkan.

Umurnya lebih muda dari ku, sejak awal aku berusaha memahaminya. Memandangnya dengan pikiran yang sangat amat positif. Tak ada pikiran jelek ku untuk tidak menyukai dan menyingkirkan nya dari kehidupan ku. Namun, lambat laun setiap aku berbicara dia memotong dengan cara mematahkan omongan ku, membuat jangankan aku, oranglain pun jadi tak punya celah untuk menanggapi ku. Ya, dia selalu melakukan hal ini di dalam kelompok besar. Saat aku sedang menganggarkan ego ku, dia muncul dengan wajah polos namun mengeluarkan aura kebencian terhadapku. Sungguh aku tak tau kenapa. 

Pertemuan pertama. Lalu saat kedua, dia seolah-olah menjauh, tak mau dekat-dekat dengan ku seperti aku ini bangkai busuk yang kalau terlalu lama di dekatku akan menularkan penyakit. Dan hanya dia yang melakukannya. Oh astaga, ingin ku cengkram kedua belah bibirnya dan ku paksa ia mengeluarkan kata-kata di dalam kepalanya tentnag alas an sikapnya begitu padaku. Sejauh ini, aku melihatnya hanya menyerangku yang berusaha naik dan menjadi pusat perhatian di kelompok besar. 

Masalahnya, sejak awal aku memang sudah istimewa dibanding yang lain. Dibanding dia.

Kenapa harus ada orang semunafik itu di dunia ini? Apakah aku dulu juga begitu?

Tapi tentu tak apa-apa. Aku justru berterimakasih kepada Tuhan yang mempertemukan cerminan diriku dimasalalu. Membuatku semakin banyak belajar bagaimana seharusnya hidup bermasyarakat. 

PR ku sekarang hanya satu, bagaimana mengatasi manusia itu selama aku masih harus berinteraksi dengannya?

“Aku tidak suka dia”, “Aku memang tidak suka dia” untuk sementara ini saja yang ku tebalkan dalam dalam di pikiranku, agar aku tak sakit hati bila tingkahnya yang berusaha menyakiti itu menyerangku.

Badai

"Kanya, mari menari bersama ku di bawah rintik hujan." Ujar Gemal yang sedang merentangkan tangannya menengadah ke atas. Kanya mendekatinya, turut hadir dibawah titik-titik air yang jatuh dengan lembut dan rapat.
"Kau tau kan aku tak terlalu suka hal remeh seperti ini, Gemal. Apalah artinya menikmati air yang tak dapat utuh membasahimu. Tipis dan halus, rintik ini terlalu menggelikan."
"Nikmati mereka, Kanya. Rasakan aliran yang menenangkan hatimu."
"Aku tak butuh ketenangan, aku butuh badai yang melenyapkan kegundahan, Gemal."

"Gemal, ada opentrip nih ke air terjun! ayo kita ikut, aku tak sabar bermain dengan derasnya air!" Kanya mendekati Gemal yang sedang merapikan catatan kuliahnya di perpustakaan sambil menunjukkan layar smartphone-nya.
"Bukannya kita berencana kesana saat libur lebaran nanti? bersama Lili dan Nova, Kanya?" Tanya Gemal mengingat rencana mereka berempat beberapa waktu lalu.
"Ah, Lili masih ragu katanya. Dia mau lebih lama di kampung! Sedangkan Nova pasti susah izin sama Bram, Pacar posesifnya itu! Ayolah, kita saja yang pergi."
"Tak masalah sih, tapi nanti sajalah seusai lebaran. Mana tau ternyata Lili dan Nova bisa kan?"
"Yang libur lebaran lain cerita, pokoknya aku mau ikut yang opentrip ini!"
"Yasudah, pergi saja. Aku lagi unmood ngetrip!"
"Yaaah Gemal, disini syaratnya harus bawa motor sendiri. Ayolah Gemal..." Kanya berusaha membujuk. Gadis penyuka tantangan ini bersikeras agar Gemal mau menemaninya. "Lagipula... kalau kita sudah tau lokasinya, kan nanti kita bisa lebih mudah membujuk Lili dan Nova untuk kesana juga. Mereka pasti sor kalau lihat pemandangannya."
"Aaaah... Iya, iya. Kapan itu perginya?" Akhirnya Gemal menyerah. Ia sudah hafal betul sifat keras kepala sahabat sejak SD nya ini.
"Hari minggu, jam 9 sudah di Ringroad! jemput aku dari kos ya? Daaagh Gemal, aku latihan dulu!" Kanya langsung pergi bahkan tidak mengucapkan terimakasih ke Gemal. Ia langsung berlari menuju gelanggang yang tak jauh dari perpustakaan. Sementara Gemal hanya mendecak kesal dengan tingkah pola Kanya yang suka seenaknya.

Hari minggu, Gemal bersama Kanya di boncengan belakangnya sudah menyusuri jalan lintas daerah yang menuju ke salah satu ikon wisata yang ramai di bicarakan di media sosial. Rombongan bersama orang-orang baru dikenal, Kanya dan Gemal mudah berbaur dengan mereka saat istirahat di perjalanan. Tak sampai menghabiskan waktu setengah hari, rombongan mereka sudah sampai di lokasi air terjun.

Kanya langsung melepas tasnya dan berlari membawa actioncam nya menuju air terjun. Derasnya air yang jatuh tanpa segan menimpa seluruh tubuh Kanya. Kanya berteriak,
"Gemaaal!! ini yang namanya air jatuh, bukan gerimis yang sering kau elu-elukaaaaan!! Hahaha!" Tawa  renyah Kanya walau disamarkan derasnya air namun masih bisa di dengar Gemal. "Ayoooo kemari Gemaaal, tengadahkan tangan mu disini seperti yang biasa kau lakukan!" Gemal pun yang memang menyukai air segera mendekati Kanya. Menengadahkan tangannya, merasakan beban berat yang dihujamkan air pada permukaan telapak tangannya.
"Apa yang kau suka dari air yang berat ini, Kanyaa?!" Jerit Gemal mengimbangi derasnya air.
"Air deras akan membawaku pergi! menghilangkan segalanya!"Balas Kanya dengan sedikit memekik. Bersama, mereka menikmati derasnya air.

"Hooooiii gerimis, naik semua naiiik.."Teriak pemimpin opentrip bersama orang setempat memperingati para pengunjung. Tanpa ba,bi,bu, Gemal segera menarik Kanya yang susah dibilangin kalau sudah asik. Kalau sudah di cengkram keras, Kanya tak bisa memberontak. Hanya ocehannya yang masih terdengar. "Aaah, Gemal! apa salahnya kita bersama merasakan air yang kita sukai. aku menyukai air deras, dan kau menyukai rintik yang lem...."

"Air Baaah!"

Gemal masih mencengkram tangan Kanya dengan erat di tengah derasnya air yang membawa mereka. Gemal berusaha menggapai-gapai tubuh Kanya untuk mendekapnya. Memastikan agar Kanya tidak hilang dari jangkauannya namun tak bisa. Matanya tak lagi dapat dibuka, ia hanya masih merasakan tangan nya menggemggam erat tangan Kanya. Tangan satunya lagi yang bebas berusaha menggapai-gapai pinggiran sungai yang beberapa kali ia rasakan saat punggungnya terbentur ke pinggiran. Sekali lonjakan besar, Gemal dapat melihat ada celah yang cukup besar. tanpa pikir panjang, ia memaksakan tubuhnya untuk menjangkau celah itu. Berhasil, ia pun bisa mengangkat tubuh Kanya yang ringan ke dalam celah. Celah itu hanya bisa seluas setelapak kaki. Mereka tak bisa mundur lagi. Bagi Gemal, yang penting ia masih bisa melihat sosok Kanya seutuhnya lagi.

"Kanya, Kaan, Kau sadar kan?!" Kata Gemal dengan keras karena air masih mengalir deras dan hujan mulai membentuk badai. Gemal tak berani bergerak, sedikit saja terpeleset, tenaganya sudah tidak ada lagi untuk bertahan.
"ah... ya Gemal. Sepertinya lengan kananku terbentur batu. Sekarang mati rasa... Terimakasih ya Gemal, untuk tidak melepaskan tanganku." Kanya membalas dengan suara parau.
"Aku takkan pernah melepaskan tanganmu Kanya. Takkan pernah." Kanya tersenyum tipis mendengar jawaban Gemal.

Mereka masih menunggu adanya pertolongan datang. Sementara air belum mengurangi kecepatan. Tak ada lagi percakapan yang terjadi demi menghemat tenaga yang tersisa. 4 jam berlalu, belum ada tanda-tanda ini akan segera selesai.

"Gemal..."Kanya mengusik Gemal yang telihat lemas sambil sebelah tangannya yang lain mencengkram akar-akar pohon. "Gemaal!" usik Kanya sambil sedikit menyentak tangannya yang sedang di cengkram Gemal.

"Auh!" Gemal tersadar.
"Eh? Ada apa, Gemal? apa tanganmu sakit?"Tanya Kanya khawatir setelah mendengar reaksi temannya barusan.
"Iya, Nya. sepertinya pergelangan tangan ku keseleo saat menahan mu selama di air tadi."
"Kita tuker posisi saja, Mal. Aku takut karena tangan mu sakit nanti aku terlepas dari cengkaramanmu." Ujar Kanya sedikit gemetar. Ia mulai dirubungi rasa takut bila terlepas dari Gemal. Gemal berpikir sejenak. Tangannya memang sakit, tapi terllau beresiko jika mereka harus bertukar posisi di celah kecil ini. Sementara aliran air belum juga berdamai.
"Jangan, Nya. Lebih bahaya kalau kita tukar posisi. Percaya padaku, aku masih kuat. Bila kau sedikit tak yakin, lilitkan tanganmu ke akar pohon sebelahmu itu."

Kanya segera melilitkan jemari tangannya ke akar pohon sesuai anjuran Gemal. Dan mereka kembali menunggu beberapa jam kedepan. Langit mulai menggelap. Rintik halus masih setia membelai udara. Aliran sudah tak seganas tadi. Tapi terlihat masih cukup kencang. Dari kejauhan, ada lampu-lampu sorot yang bergerak acak.

"Nya, Kanya! itu ada yang datang." Sentak Gemal ke Kanya yang sedikit mengantuk karena lelah. Energi Kanya terasa terkumpul kembali saat mendengar penyelamat datang. Ia bergerak sedikit lebih aktif, terlihat berusaha berteriak namun suaranya tak keluar.
"Nya?" Tanya Gemal. Kanya hanya membuat gerakan-gerakan mulut yang sulit di baca Gemal karena pandangannya mulai kabur. Sementara Kanya terus bergerak untuk memberi isyarat pada Gemal untuk berteriak.

"Ya, Kanya. Sabarlah, mereka akan segera kemari." Kanya mengangguk pelan. Sangat pelan.

Saat rakit penyelamat lewat, Gemal langsung mengikis batu dari pinggiran dinding celah untuk meriakkan air yang terlihat mulai rata tapi alirannya masih deras. "Ada yang selamat! Ada yang selamat!" teriak seseorang dari atas rakit kala mendengar riak kecil dari arah Gemal dan Kanya. Sementara Kanya sudah mulai lemas langsung di serahkan Gemal ke tim penyelamat. Karena badan Gemal sedikit lebih berat, sehingga dengan berat hati sementar ia harus di tinggal dan tim penyelamat akan kembali lagi. Kanya yang lemas tak bisa memberontak seperti biasa. Sorot matanya menyiratkan rasa takut dan khawatir teramat dalam ketika harus meninggalkan Gemal. Gemal tersenyum dan berbisik lembut, "Tak apa, badai yang kau tunggu sudah berlalu, biar gerimisku yang menemanimu kali ini."

Rakit penyelamat bersama Kanya meninggalkan Gemal yang masih bertahan. Tapi Tuhan berkata lain, saat rakit kembali, Gemal tak lagi ada disana.

2 hari pencarian menyusuri alur, entah hidup atau mati, Gemal tetap belum di temukan. Hati Kanya menjadi di hajar badai tak henti.

Dan tak pernah ada gerimis lagi untuk Kanya karena badai yang selalu dicarinya.

-Diselesaikan di Pos Kupi, 8 Agustus 2016 - 12 April 2019-

Untuk Manusia di atas Manusia

Hai, Siapa Tuhan mu?
Maaf ku bertanya, meski ku bukan malaikat yang bertugas
Jika tiada Tuhanmu, lantas, apa yang mebuatmu takut?
Apalagi yang menghalangi kerakusanmu?

Hai kau, perusak di atas perusak,
Setan di atas setan
Iblis di atas iblis
Jahil di atas Jahil
pixabay

Ku katakan jahil untuk kebodohanmu
Untuk ketidaktahuan mu
bagaiman cara mencari rejeki tanpa harus merusak

Hatimu, telah layu mati dan kering

seperti yang kau lakukan pada alam ini.

Sembunyi Sembunyi



Ada kata-kata
yang ingin lekas terungkap
saat ini di kata
rasanya ada udara yang menyekap

ada kata-kata
sederhana saja
tapi di baliknya
sama sekali tidak sederhana

ada kata-kata
bila di ucap akan mengikat
bila di kata akan memikat
ingin di sampaikan malah tercekat

kadang sudah di kata
kadang sudah terungkap
tapi tak sampai juga
jelas-jelas sudah terungkap!

Apa?

Aku sudah bilang kan?

Cerpen - Mungkin Sudah Saatnya

PING!!!


aku melihat layar smartphone ku. Ah, ada pesan penting rupanya masuk. Ku buka perlahan kunci pada layar untuk emlihat pesan. Sebelum sempat aku melihat pesan tersebut aku keburu melihat sebuah broadcast di bawahnya. 

Ah... Sulitnya melupakan.

4 tahun yang lalu

"Kanya! Kanya!"
"Apa sih Fir!" jawabku ketus sambil menoleh kearah Firman.
"Gak ada, miscall aja!"
"Ih, gak jaman banget miscall segala, mention kek, ping kek, apa kek" celoteh ku sambil terus memilah beberapa surat yang masuk ke ruang osis kami.
"Hu... sombong sementang punya smartphone...aku apalah..." Firman merengut di bangku kekuasaannya sambil memainkan bola salju kaca yang ku taruh di mejanya beberapa hari lalu.
"Ya maaf, becanda aja kok."
"Enak ya punya smartphone?"
"Gak juga, ribet. Paling yang enak karena aplikasinya banyak yang membantuku."
"oh..." 
******
"Nya... Aku naksir seseorang."
DEG
"Ci..cie.. si.. siapa" Jawabku gugup sambil menggodanya.
"Kabar-kabarnya dia suka samaku, Nya. Aku bingung, kalau aku tembak dia dia mau nerima gak ya?"
"Idih, ya coba aja. kok tanya aku"
"Misalnya kamu di posisi itu gimana, Nya?"
SERRR...
"Aku memang gak mau pacaran, Fir. Meski di tembak sama orang yang sedang aku suka"
"Oh.."
*******
Sejak percakapan kami terakhir itu, Aku dan Firman perlahan menjauh. Seiring jabatan OSIS kami telah berakhir dan di tambah kesibukan anak kelas 3, kami nyaris tak ada senda gurau seperti dulu. Aku yakin, Firman tau betul bahwa aku menyukai dia. Saat ia melontarkan pertanyaan itu jujur aku tak siap dan aku sangat takut Gede Rasa lalu aku menjadi patah hati bila yang di maksud Firman bukan aku.

"Nya! Kanya!" Hani menyikutku sambil menujuk-nunjuk ke arah gerbang sekolah. Saat itu aku dan Hani sedang menikamti es lilin di teras sekolah. Mataku pun melirik ke arah telunjuk Hani. 
DEG...
Aku melihat Firman sedang berboncengan dengan seorang cewek yang sama sekali asing. Tak pernah kulihat wajah cewek itu di lingkungan sekolah kami.
"Nya, kau tau siapa cewek itu?"
"Enggak Han"
"Kayanya itu yang lagi di bicarain anak-anak belakangan ini, Nya. Kabarnya itu pacar Firman."
"Anak mana?" Balasku, sok tegar.
"Swasta. baru dua minggu ini kabarnya."
"Oh..."
"Kamu gak papa, Nya? Ih, lagian cantikan kamu dari cewek itu. kok si Firman milih dia sih!"
"Gak lah Han, aku ini apa sih. ga ada bagus-bagusnya. suka-suka dia lah pilih siapa..."
********
Perpisahan sekolah
"Nya, Kanya! Kanya Adilla!" Teriak seseorang yang aku mengenal suaranya. aku mengacuhkannya.
"Kanya! Aku manggil tau!" Firman menarik tanganku pelan dari belakang.
"Apa sih, Fir?!" Aku mengibaskan tangannya.
"Plis, ikut aku bentar."

Aku dan Firman menuju Taman belakang sekolah. Teman-teman memberi kami privasi dan tidak mengikuti. Tapi aku memberi kode kepada Hani untuk diam-diam mengikuti kami.

"Nya, aku to the point aja. benar kamu pernah suka sama ku?"
Aku menggangguk. Firman menghela nafas panjang.
"Hh... Terus kamu maunya gimana?" Tanya Firman lagi.
"Ehm... Fir, Maaf kalau berita aku menyukaimu menyebar samapi ke telingamu. Tapi begini Fir, rasa sukaku ke kamu itu gak lebih dari obsesi ku menjadikan kamu salah satu tokoh dari novel khayalanku."
"Maksudmu, Nya?"
"Aku menyukaimu, membuat mu menjadi tokoh dalah imajinasiku tanpa berharap lebih."
"Kanya, kamu serius ngomong begitu?"
"Firman Julian, aku serius."
"Tega kamu, Nya. kamu membuatku kepikiran. Galau gak tau apa yang harus aku buat ke kamu. Jawaban terakhir kamu makin buat aku semakin kalut. Aku gak tau harus gimana. Sekarang jawaban dari kamu begini."
"Udah ya, aku harus balik ngumpul sama temen-temen sekelas."
"Nya... yakin gaada lagi yang mau kita selesaikan?"
Aku terus berjalan membelakangi Firman. Fir, aku bener-bener ga tau.
******
Dan, gak lama setelah masuk kuliah. Aku mendapat braodcast PIN Firman dari salah seornag teman. Aku menimbang-nimbang apakah aku harus meng-invite PIN nya demi memperbaiki hubungan pertemananku dengan Firman.

Sent Request

Accept

PING!!! -Firman
Ya - Kanya
Dapat dari mana PIN ku?-Firman
Dari broadcast-Kanya
Siapa?-Firman
Lupa, tadi banyak yang broadcast kontak alumni-Kanya
Ngapain kamu invite aku?-Firman
Gak boleh?-Kanya
Read.

Setelah itu aku hanya melihat Firman beberapa kali di timeline. Kami tak pernah lagi berkomunikasi apalagi bertemu. 

4 Tahun, aku tak ingin ada bayang-bayangnya lagi.

Delete contact?

Yes.

Tentang Perasaan Dan Kosongnya Hati

Rasa Sayang, salahkan menempatkannya disetiap ornag yang perduli padamu?
Rasa Cinta, Apa bedanya?
Rasa Memiliki, aku rasa tidak.

Pada kenyataannya belum ada yang sampai ke tahap itu semua.

Semua terasa sama. Seperti yang lainnya.

Mungkin, bila sedikit lebih dewasa aku akan merasakan seperti apa yang banyak orang rasakan?

Jadi, jangan tanya lagi siapa yang di hatiku.

Belajar Melepaskan

Sulit rasanya,
membiarkan perasaan yang kau sudah tau
tak mungkin ada akhirnya

namun dulu, semua perasaan yang mengakar
perasaan yang membuat inderamu mati
cinta buta itu

memonopoli perasaan sendiri
mendekati, bermimpi
berharap waktu akan abadi

ini sudah berapa lama
saat hubungan yang tak pernah dimulai ini
hilang begitu saja garis startnya

Memang sulit rasanya,
membiarkan perasaan yang kau sudah tau
tak mungkin ada akhirnya

tapi entah kenapa pikiran bodoh ini
masih berpikir ia akan kembali
kasian hati.

________________________

 mungkin agar tangan ini tak gatal menstalk akunnya
lebih baik di blok saja?
Jangan!
berdalih menjaga silaturahmi?
omong kosong.
harapanmu hanya pepesan kosong.

Yang

Yang ganteng anaknya ganteng
Yang cantik anaknya cantik

Yang Baik?
......


Puisi Malam

Merintih bergelut dalam selimut
menggeliat di tempat
berharap sisa-sisa rasa sesak kan menghilang
larut dalam peluh dan dada yang bergemuruh

lidah kelu tak mampu meneriakkan sendu
mata terpejam seakan takkan pernah lagi terbuka
gelisah tak menentu
dalam sunyi dalam sebuah rasa ragu

Malam masihlah malam
masih panjang malam ini
sepanjang malam
tak kunikmati malam kali ini

ingin ku bersimpuh bersujud
melepas teriakan malam
pada yang Maha mendengar
bahkan di keheningan malam

Sebelum itu
dan itu takkan pernah menjadi sesudah
karena ajal tanpa liku
telah hadir membebaskan sebuah arwah

Malam masihlah malam
ada lagi yang menggeliat dan bergelut
lupa akan meneriakkan ampunan
hingga ajal menjemput

Tags