“Aku tidak suka dia” akhirnya kata itu tebal terpatri dalam pikiran ku. Bukan berarti benci, hanya saja pribadinya aku tidak suka dan memutuskan untuk tidak berususan dengan orang sepertinya. Sejak awal aku suah melihat pribadi seenaknya dari dirinya. Tentu aku memahami hal itu Karena aku pun tipe orang yang cukup sering bertindak seenaknya, memotong pembicaraan orang lain, menyanggah ide-ide orang, merasa diri paling baik memberi kritik.
Sampai aku menemukan sosok itu di diri oranglain. Astaga, sungguh menyebalkan.
Dulu, akupun juga begitu. Sifat extrovert ku yang meluber kemana-mana membuat aku cuek pada pandangan sekitar. Aku benar, aku benar, aku benar terus mengakar dalam hati tanpa ada keraguan sedikitpun. Sulit sekali menembus pertahanan ke egoan ku. Hanya beberapa orang yang mampu menyentuh halus kadang-kadang menyadarkan ku. Ku tegaskan, kadang-kadang.
Lagi, Sampai aku menemukan sosok itu di diri oranglain. Astaga, sungguh menyebalkan.
Umurnya lebih muda dari ku, sejak awal aku berusaha memahaminya. Memandangnya dengan pikiran yang sangat amat positif. Tak ada pikiran jelek ku untuk tidak menyukai dan menyingkirkan nya dari kehidupan ku. Namun, lambat laun setiap aku berbicara dia memotong dengan cara mematahkan omongan ku, membuat jangankan aku, oranglain pun jadi tak punya celah untuk menanggapi ku. Ya, dia selalu melakukan hal ini di dalam kelompok besar. Saat aku sedang menganggarkan ego ku, dia muncul dengan wajah polos namun mengeluarkan aura kebencian terhadapku. Sungguh aku tak tau kenapa.
Pertemuan pertama. Lalu saat kedua, dia seolah-olah menjauh, tak mau dekat-dekat dengan ku seperti aku ini bangkai busuk yang kalau terlalu lama di dekatku akan menularkan penyakit. Dan hanya dia yang melakukannya. Oh astaga, ingin ku cengkram kedua belah bibirnya dan ku paksa ia mengeluarkan kata-kata di dalam kepalanya tentnag alas an sikapnya begitu padaku. Sejauh ini, aku melihatnya hanya menyerangku yang berusaha naik dan menjadi pusat perhatian di kelompok besar.
Masalahnya, sejak awal aku memang sudah istimewa dibanding yang lain. Dibanding dia.
Kenapa harus ada orang semunafik itu di dunia ini? Apakah aku dulu juga begitu?
Tapi tentu tak apa-apa. Aku justru berterimakasih kepada Tuhan yang mempertemukan cerminan diriku dimasalalu. Membuatku semakin banyak belajar bagaimana seharusnya hidup bermasyarakat.
PR ku sekarang hanya satu, bagaimana mengatasi manusia itu selama aku masih harus berinteraksi dengannya?
“Aku tidak suka dia”, “Aku memang tidak suka dia” untuk sementara ini saja yang ku tebalkan dalam dalam di pikiranku, agar aku tak sakit hati bila tingkahnya yang berusaha menyakiti itu menyerangku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalau ada yang ga bagus tolong dikasi tau ya, biar penulis bisa menyempurnakan tulisannya :)
kalau ada ide lanjutan cerita juga di terima...
Makasih :D