366 Hari Bersajak - 356. Yang Aku Pertanyakan

Biasanya pagi terasa riuh
Arahnya dari dapur ibu
yang tak lama berteriak
karena bantuan tak kunjung bangun

Biasanya perkemahan memulai hari dengan gaduh
Asalnya dari tim masak
kebingungan mengolah logistik
dan ternyata lupa membawa gasa

Biasanya fajar di hutan diringi kicau
Burung-burung mencari makan, tupai dan hewan lainnya

Umumnya begitu di semua lini
Semua mengutamakan mengisi perut sejak pagi

Tapi ternyata ada suatu waktu
Tak perduli ada yang mengadu
Dengan tenang bermain dalam pikiran
Semua sesuai dan bisa pada setiap orang

Ah lucunya, yang seharusnya dimuliakan
justru ia samakan dengan hewan dan tumbuhan
Bisa mencari dan mengolah sendiri
Urusan sederhana yang bisa dilakukan sendiri

Biasanya, ada hari yang tidak seperti biasa
Ternyata ini harinya.

366 Hari Bersajak - 355. Hari-Hari Rupa-Rupa (Cerpen)

Di penghujung fajar, seonggok daging bernyawa terburu menunaikan tugas sebagai insan berakal. Ia tegopoh menyiram air ke beberapa bagian tubuhnya. Jika mencari kesempurnaan dari ritual itu, ia akan berkata,"Wajarlah tak sempurna, bukan nabi ini boy." Ada saja jawaban ajaib mengikuti tren yang sedang berkembang. Tanpa dipikir, tanpa dikaji, semua mengikut arus nyaman dari dunia maya. Tak sampai 3 menit, usai rasanya. dan ia kembali membungkus diri untuk menghalau dingin yang menusuk. Jangan kau tanyakan soal doa-doa, lagi ia akan berkata,"Tuhan tau apa yang terbaik untuk kita."


Perlahan udara mulai menghangat, ia mengambil gawai dan mulai mengulirkan ibu jari diatas layar keatas dan kebawah. Lama, sampai ada teriakan menyuruhnya bangkit dari tempat tidur dan ia akan menjawab,"Sudah bangun dari tadi!." Entah apa bangun yang ia maksud, apakah mata yang terbuka, raga yang bergerak atau seharusnya bangun dalam artian isi kepalanya sudah dapat digunakan dengan baik untuk beraktivitas seperti orang-orang pada umumnya di pagi hari.


Bersungut merengut ia mengerjakan banyak hal dengan auto-pilot. Merasa hidup sempurnanya bukan bagian dari pertangungjawaban nantinya. Apakah ia tak pernah berpikir bagaimana bisa manusia akan mendapatkan akhir yang sama dengan usaha yang berbeda. Hidup tanpa perang, hidup tanpa kelaparan, hidup tanpa kemiskinan dan berbagai kemalangan yang menerpa banyak kalangan. Dan bukan dia.


Ia kembali mengambil gawainya, melihat ada salah satu templat dari fitur add story temannya. Iapun menambahkan kedalam ceritanya, "ah, senang rasanya sudah berbuat baik pagi ini." Kebaikan sederhana yang sangat tipis sekali dengan jumawa diri.


Hari-hari begitu normal dalam hidupnya, kadang ada tawa berlebihan, kadang ada tangis berlebihan. sesekali ia bisa menjadi taat tak ketulungan, di lain waktu menjadi futur dan mengenaskan. Tapi berkat keluarga yang katanya toxic, ia sulit untuk lama-lama dalam kefuturan. Setidaknya menjadi biasa-bisa saj ayang penting sudah melakukan kewajiban meski kesempurnaannya masih dipertanyaan. Lagi, "Wajarlah tak sempurna, bukan nabi boy."


Tapi sesekali ada perenungan dalam dirinya, bertanya-tanya bagaiman hidupnya setelah di dunia. Maka, meski ia telah mendapatkan gelar sarjana, ia pun bertanya pada AI Meta dari aplikasi Whatsapp. Jawabannya tentu, masih ngawur. Semua orang sedang membicarakan aplikasi itu sepekan ini, mempertanyakan eksistensi nama mereka di dunia digital, apakah sudah cuku terkenal atau tidak. Berusaha mencari validasi selain dari sesama manusia yang seringkali terasa palsu, padahal kecerdasan buatan benar-benar palsu.


Menjelang siang hari, bukannya mengejar dhuha -- meski kadang ia melakukannya -- ia justru memikirkan akan makan siang apa. Tak jauh dari rumahnya bisa jadi ada keluarga yang melihat apa yang bisa dimakan di rumah reyot mereka. Hidup sungguh adil dengan ujiannya masing-masing. Tapi anak manja ini dalam hati berdoa penuh takut ujian apa yang akan ia hadapi untuk kenikmatan hari-harinya ini. 


Sungguh yang bisa dilakukan hanya lebih baik dari hari kemarin, atau bahkan seburuk-buruknya bertahan saja. Seonggok daging yang dibekali nyawa dan akal mungkin besok akan menjadi lebih baik. Ia akan tetap menjadi seonggok daging bergerak sampai akhir hidupnya kelak. Semoga hari-hari penuh rupa-rupa yang ia jalani menjadikan ia insan yang baik hingga akhirnya ia benar-benar seonggok daging ditanam tanah.

366 Hari Bersajak - 350. Kereta Luncur Jiwa

 Duhai, pagiku tersenyum mengingat rencana hari ini

Aku akan berlarian dan sesekali melompat kecil

Duhai, indah nian hari kemarin, hari ini dan ku yakin esok hari

Dan sebagian dari kebahagiaan itu tentu ada raga menjadi andil


Tatkala jari bergulir pelan pada layar ponsel pintar

Tanpa niat, aku seperti sedang menyakiti diri sendiri

Sepasang kelopak mataku perlahan bergetar

Lalu terasa seperti ada benda tumpul memukul dada ini


Hari-hariku seharusnya riang gembira

Bentuk syukur pada nikmat sang pencipta

itu kata lagu-lagu di masa kecil

dan kini justru terasa ada sesuatu yang tak adil


Aku ingin surga

Dunia terasa menyiksa

Meski bukan aku yang disiksa

Aku mengharap surga yang sama


Keterlaluan rasanya.

Tags