Unapologetically Free

For everything they regret about me,

I never regret it, wild and free.

Their doubts, their fears, their whispered lies,

Can't chain my soul, can't dim my eyes.


I roam the edges, untamed, unbound,

A rebel's heart where dreams resound.

Their rules, their molds, they’re not for me,

I carve my path, my destiny.


Let storms rage on, let shadows creep,

I'll dance in flames, I'll never weep.

For every scar, a story's told,

Of courage fierce, of spirits bold.


Through every trial, I’ve always known,

My faith in God has only grown.

I trust His plan, the path He’s made,

A life of purpose, unafraid.


So let them talk, let judgment fall,

I'll rise above, I’ll have it all.

The world is mine, the sky, the sea,

With faith in Him, I’m unapologetically free.

13 January, 2025
02:44 WIB, Me&Co

Segelas Kopi Robusta Tidak Bisa dibaca

Aku menggaruk-garuk lengan sendiri yang tak gatal, menggoyangkan kaki ke lantai tak henti, rahang terasa keras, padahal ini sudah masuk waktu tidur malamku. Sudahpun terlewat beberapa jam. Seperti ada perasaan bersalah, lebih dari gelisah tak terarah.

Jemariku kembali membuka layar ponsel pintar. Menutupnya. Membuka kembali. Entah apa yang dicari. Mencoba mengalihkan perhatian dengan melihat-lihat berita di beranda linimasa, tak juga mengalihkan perasaan berkecamuk ini. Heningnya malam memperkeruh suasana. Jika saja ada hujan, mungkin aku bisa larut dalam suara deru benturan air dari langit itu.

Memoriku memutar kejadian hari ini untuk dicerna apa yang membuat malam ini diriku terasa begitu kacau. Satu, obrolan pagi tadi seputar aku yang akan kembali mencoba berproses untuk hubungan serius dengan seseorang. Sialnya, meski tak begitu mudah jatuh cinta setelah patah hati untuk kedua kalinya, perlahan aku menyukai seseorang melalui konten-kontennya di sosial media. Aku sudah mencoba mencari jalur yang benar untuk menyampaikan perasaan ini. Tapi ternyata sementara ini tidak ada jalurnya. Aku dan si pemilik konten hanya sebatas saling mengikuti di sosial median. Jangan tanya bagaimana bisa terjadi, karena akupun tidak tau. Aku suka sembarangan mengikuti kembali orang-orang di sosial media. Harus bagaimana mengelola rasa suka seperti ini. Aku merasa seperti seorang penggemar yang menyukai artis dari layar kaca. Bedanya, yang ini aku berharap ada jalannya karena ia beberapa kali melihat cerita yang akau unggah di sosial media. Bahkan aku tidak berani mengikuti tantangan tiga puluh hari bercerita karena takut perasaanku yang mudah terbaca. Aaah, sebenarnya mauku apa.

Malam semakin larut, sudah pagi malahan. Aku merasa seperti seseorang yang begitu mudah terbuai akan rasa suka. Teman yang tak pernah aku perhatikan bisa memiliki hubungan lebih dari pertemanan, tiba-tiba usil menggoda dari kolom komentar. Padahal ia tau betul bahwa jika aku sudah terlibat perasaan dengan seseorang aku bisa pergi meninggalkan orang itu karena takut rasa itu berkembang ke arah yang liar. Kebodohanku karena pernah membuka pembicaraan ke arah percintaan. Sialan.

Rasanya seperti sedang menelan guli. Terputar-putar didalam tenggorokan, menelan tak mungkin, mengeluarkan berat rasanya.

Selembar nota dari cafe yang baru saja kudatangi tadi terjatuh dari atas meja. Aku mengutipnya dan membca salah satu menu disana. Espresso double shot. Bagus. 2% kafein meresap sempurna dalam pipa-pipa kapiler, memacu jantung lebih cepat dari biasanya, oksigen turut meresap dua kali lebih cepat, ATP juga diporduksi lebih banyak. Wajar saja aku mengoceh tanpa henti, mata berbinar terang benderang. ditambah tawa-tawa sedikit saja, bisa-bisa aku dikira pakai narkoba.

Sudah tau begitu, masih saja aku tak bisa membaca -- atau bertanya, apa komposisi pesanan yang kuminta. Karena begitu sudah tersaji, segelas kopi takkan bisa dibaca.


Kata

Perempuan jika punya dua saja

Paras elok dan berpunya

Maka selesai tiga perempat urusannya di dunia


Ya, kita sedang cerita dunia.


                            Ah, dasar kamu sedang iri saja

                            Kamu ingin dikatakan juga cantik dan berdaya?

                            Kan kata-kata itu sudah pernah kamu terima


Ya, kita sedang cerita dunia.


Dunia ini berisik sekali ya... (Cerpen)

 "Ck.","Ah! Tsk, ck, ah!." 


Rifda menolehkan kepalanya ke asal suara dan merespon,"Ada apa sih, Cel. Gak nyaman banget ngedenger kamu berdecak kesal begitu." 


"Aku enggak suka hari ini."


"Ke.." Belum selesai Rifda membalas, Celia sudah menimpali,"dan lebih tidak suka karena tidak bisa nge-skip malam ini."


"Ih aneh kamu. Orang-orang tuh selalu nunggu malam pergantian tahun. Beberapa kepercayaan juga memilih refleksi keluarga pada momen ini."


"Anehan mereka lah, kayak udah ngerti aja refleksi diri sendiri, belum ngerti, belum sembuh retak-retaknya malah nyari pasal ngeretakin yang udah retak." Celia membalas dengan bahasanya yang sering sekali filosofis.


"Lagi bicarain keluarga sendiri, huh?" Sindir Rifda. 


"Ikan aku ga perlu ih refleksi, evaluasi, intropeksi, induksi, kayak-kayak gitulah,"


"Buset ni anak, kayak udah ga punya keluarga ampe peliharaan diaku-akuin keluarga."


"Keluarga itu tempat kita percaya, tempat kita pulang."


"Kalau kamu masih tinggal di Indonesia, pakai defenisi keluarga dari KBBI, lah! Kebanyakan baca buku barat nih, gini." 


"Ya, ya, terserah, pokoknya aku mengevakuasikan diriku sendiri dulu ya, semalam saja. Jangan cari aku!"


"Kalau aku ingin mencarimu?"


"Cari saja di tempat sepi."


***


Tahun baru Rifda kini memiliki ritual baru. Tiap kali ia mencari sahabat satu kosannya yang selalu mengeluhkan isi dunia, kini dia hanya perlu ketempat sepi itu. Celia benar, bagaimana dunia tidak begitu berisik, tahun baru saja disambut dengan dentuman susul menyusul. Entah mau memberitahu siapa kalau bumi telah menyelesaikan rotasinya. Kan semua juga tau.


"Cepat sekali sih menyendiri, padahal menikmati berisik ini sebentar lagi kan tak apa, Cel." ujarnya sambil memasukkan bunga pada pot diatas gundukan itu. Ia menyirami gundukan dengan beberapa rumput tumbuh diatasnya sambil bergumam,"Tak perlu kubersihkan ya, biar sejuk."


*** fin.

366 Hari Bersajak - 366. Selesai Lebih Baik Dari Sempurna

Sibuk nian orang-orang hari ini
Semua riuh merencanakan 
Atau menyebarkan jangan ikut-ikutan

Ini memasuki bulan tujuh pada putaran bulan
Bulan dengan banyak arahan tak bertuan
Salah-salah kita jadi bulan-bulanan

Ini tahunnya siapa ini tuhannya siapa
apakah tuhan memesan kalender dunia
padahal tanggal-tanggal tak turun dari langit

Sibuk nian orang-orang hari ini
bahkan lupa istimewa hitungan tahun ini
dan mengucapkan terimakasih tiga enam lima

di pojokan tanggal dua sembilan mengadu
padahal ada yang memberi dan mencipta
tapi bisa-bisanya makhluk memuji karangan makhluk, lucu

Sudah selesai tugas empat
Tongkat estafet diserahkan ke lima
Jangan lupa mengganti administrasi yang ada

Besok kita mulai lagi
menyelesaikan yang sudah dimulai
tau memulai sesuatu untuk diselesaikan

Terserah, yang penting baik saja
meski itu belum tentu jadi baik
Bisa, kan?


---------------------
1 Rajab 1446, memasuki usia 29.

366 Hari Bersajak - 356. Sajak Sajak Kosong

Penghujung tahun di depan mata

Namun mataku masih berada di depan ponsel saja

Gulir, gulir, ibu jari di atas layar

Sudah penuh kepala ku dengan video dan gambar


Rasa-rasanya aku terus tak mampu

Mengendalikan emosi menggebu

Membenci alur-alur tak sesuai teori

Untuk apa mempelajari sisi kanan dan kiri


Air mata tak habis juga

Buangan memang sia-sia

Apalah jawabanku nanti

aku hanya mampu memendam dalam hati


Nyawa-nyawa hilang begitu saja

Bentuknya manusia tapi sudah tinggal raga

Disini ada yang bernyawa

Dengan raga tak berguna


Bertahun-tahun sudah masih sama saja

Putih hitam terus ada dimana-mana

Abu-abu merasa paling pengertian

Padahal tetap noda hitam jadi campuran


Katanya tidak sesederhana itu

Atau memang skenario rumit belaka

Satu-satu dapat tertipu

Hingga semua bersatu dalam neraka


Penghujung tahun di depan mata

Kenyataan pun sama berupa

tidakkah bisa semua upaya

sedikit saja terlihat  berguna?


366 Hari Bersajak - 359. Semua Merayakan

Ada hari di penghujung tahun
Yang membuatku selalu bingung
Apa lagi yang mau kusandingkan
Untuk menemani buket bunga buatan

Sampai tahun dua ribu sembilan
Memilih bunga menjadi kegiatan menyenangkan
Lalu memilih dua hadiah berikutnya
Tak perlu mahal, yang penting bermakna

Kaus kaki untuk Nenek
Sapu tangan untuk Atok
Bisa juga dibalik, ah tidak bisa
Hanya Atok yang selalu terbatuk-batuk

Ada tahun dimana tabunganku habis
Untuk membeli tas barbie dengan troli
Dengan alih-alih romantis
Hadiah tahun itu kubacakan sebuah puisi

Kini aku bisa membeli selusin kaus kaki
Dan satu kodi saputangan di shopi
Tapi kaki lincah itu sudah tak ada
Dan suara batuk dengan senyum itu pun lebih dulu tiada

Di bulan desember setiap tanggal dua lima
menjadi acara kumpul keluarga
kami mengirim doa bersama
sebagai hadiah yang lebih berharga dari bunga

Ya Rabbi, sejukkan kuburnya
Berdua merupakan orangtua ibuku
Pasangan yang begitu sederhana
namun memperjuangkan segalanya demi cita-cita anak-anaknya

Ya Rabbi, tenangkan kuburnya
Zurriatnya akan mengabadikan kisah mereka berdua
Si punya yang tak jumawa
Si tak berpunya yang berusaha

Ya Rabbi, kami semua merayakan
hari kelahiran mereka berdua dan juga hari pernikahan
pertanda untuk kami mengambil pelajaran kehidupan
Maafkan jika ini sebuah kesalahan, sungguh kami hanya ingin mengambil kebaikan

Ada hari di penghujung tahun
Dan akan aku ingat dari tahun ke tahun.

Amin.


366 Hari Bersajak - 356. Yang Aku Pertanyakan

Biasanya pagi terasa riuh
Arahnya dari dapur ibu
yang tak lama berteriak
karena bantuan tak kunjung bangun

Biasanya perkemahan memulai hari dengan gaduh
Asalnya dari tim masak
kebingungan mengolah logistik
dan ternyata lupa membawa gasnya

Biasanya fajar di hutan diringi kicau
Burung-burung mencari makan, tupai dan hewan lainnya

Umumnya begitu di semua lini
Semua mengutamakan mengisi perut sejak pagi

Tapi ternyata ada suatu waktu
Tak perduli ada yang mengadu
Dengan tenang bermain dalam pikiran
Semua sesuai dan bisa pada setiap orang

Ah lucunya, yang seharusnya dimuliakan
justru ia samakan dengan hewan dan tumbuhan
Bisa mencari dan mengolah sendiri
Urusan sederhana yang bisa dilakukan sendiri

Biasanya, ada hari yang tidak seperti biasa
Ternyata ini harinya.

366 Hari Bersajak - 355. Hari-Hari Rupa-Rupa (Cerpen)

Di penghujung fajar, seonggok daging bernyawa terburu menunaikan tugas sebagai insan berakal. Ia tegopoh menyiram air ke beberapa bagian tubuhnya. Jika mencari kesempurnaan dari ritual itu, ia akan berkata,"Wajarlah tak sempurna, bukan nabi ini boy." Ada saja jawaban ajaib mengikuti tren yang sedang berkembang. Tanpa dipikir, tanpa dikaji, semua mengikut arus nyaman dari dunia maya. Tak sampai 3 menit, usai rasanya. dan ia kembali membungkus diri untuk menghalau dingin yang menusuk. Jangan kau tanyakan soal doa-doa, lagi ia akan berkata,"Tuhan tau apa yang terbaik untuk kita."


Perlahan udara mulai menghangat, ia mengambil gawai dan mulai mengulirkan ibu jari diatas layar keatas dan kebawah. Lama, sampai ada teriakan menyuruhnya bangkit dari tempat tidur dan ia akan menjawab,"Sudah bangun dari tadi!." Entah apa bangun yang ia maksud, apakah mata yang terbuka, raga yang bergerak atau seharusnya bangun dalam artian isi kepalanya sudah dapat digunakan dengan baik untuk beraktivitas seperti orang-orang pada umumnya di pagi hari.


Bersungut merengut ia mengerjakan banyak hal dengan auto-pilot. Merasa hidup sempurnanya bukan bagian dari pertangungjawaban nantinya. Apakah ia tak pernah berpikir bagaimana bisa manusia akan mendapatkan akhir yang sama dengan usaha yang berbeda. Hidup tanpa perang, hidup tanpa kelaparan, hidup tanpa kemiskinan dan berbagai kemalangan yang menerpa banyak kalangan. Dan bukan dia.


Ia kembali mengambil gawainya, melihat ada salah satu templat dari fitur add story temannya. Iapun menambahkan kedalam ceritanya, "ah, senang rasanya sudah berbuat baik pagi ini." Kebaikan sederhana yang sangat tipis sekali dengan jumawa diri.


Hari-hari begitu normal dalam hidupnya, kadang ada tawa berlebihan, kadang ada tangis berlebihan. sesekali ia bisa menjadi taat tak ketulungan, di lain waktu menjadi futur dan mengenaskan. Tapi berkat keluarga yang katanya toxic, ia sulit untuk lama-lama dalam kefuturan. Setidaknya menjadi biasa-bisa saj ayang penting sudah melakukan kewajiban meski kesempurnaannya masih dipertanyaan. Lagi, "Wajarlah tak sempurna, bukan nabi boy."


Tapi sesekali ada perenungan dalam dirinya, bertanya-tanya bagaiman hidupnya setelah di dunia. Maka, meski ia telah mendapatkan gelar sarjana, ia pun bertanya pada AI Meta dari aplikasi Whatsapp. Jawabannya tentu, masih ngawur. Semua orang sedang membicarakan aplikasi itu sepekan ini, mempertanyakan eksistensi nama mereka di dunia digital, apakah sudah cuku terkenal atau tidak. Berusaha mencari validasi selain dari sesama manusia yang seringkali terasa palsu, padahal kecerdasan buatan benar-benar palsu.


Menjelang siang hari, bukannya mengejar dhuha -- meski kadang ia melakukannya -- ia justru memikirkan akan makan siang apa. Tak jauh dari rumahnya bisa jadi ada keluarga yang melihat apa yang bisa dimakan di rumah reyot mereka. Hidup sungguh adil dengan ujiannya masing-masing. Tapi anak manja ini dalam hati berdoa penuh takut ujian apa yang akan ia hadapi untuk kenikmatan hari-harinya ini. 


Sungguh yang bisa dilakukan hanya lebih baik dari hari kemarin, atau bahkan seburuk-buruknya bertahan saja. Seonggok daging yang dibekali nyawa dan akal mungkin besok akan menjadi lebih baik. Ia akan tetap menjadi seonggok daging bergerak sampai akhir hidupnya kelak. Semoga hari-hari penuh rupa-rupa yang ia jalani menjadikan ia insan yang baik hingga akhirnya ia benar-benar seonggok daging ditanam tanah.

366 Hari Bersajak - 350. Kereta Luncur Jiwa

 Duhai, pagiku tersenyum mengingat rencana hari ini

Aku akan berlarian dan sesekali melompat kecil

Duhai, indah nian hari kemarin, hari ini dan ku yakin esok hari

Dan sebagian dari kebahagiaan itu tentu ada raga menjadi andil


Tatkala jari bergulir pelan pada layar ponsel pintar

Tanpa niat, aku seperti sedang menyakiti diri sendiri

Sepasang kelopak mataku perlahan bergetar

Lalu terasa seperti ada benda tumpul memukul dada ini


Hari-hariku seharusnya riang gembira

Bentuk syukur pada nikmat sang pencipta

itu kata lagu-lagu di masa kecil

dan kini justru terasa ada sesuatu yang tak adil


Aku ingin surga

Dunia terasa menyiksa

Meski bukan aku yang disiksa

Aku mengharap surga yang sama


Keterlaluan rasanya.

Tags