Perempuan dan Dinamika Perasaan

Ada hari dimana aku membayangkan seseorang jadi pendampingku
Ada hari dimana aku larut dalam pekerjaan dan tidak memikirkan siapapun
Ada hari dimana aku kesal tanpa alasan jelas 
Ada hari dimana aku tertawa lepas begitu saja
Ada hari dimana aku menjadi sangat rajin membersihan rumah sampi kecelah-celahnya
Ada hari dimana aku menumpuk baju kotor hingga berhari-hari
Ada hari dimana aku menanam bunga, merapikan pot dan checkout bibit baru
Ada hari dimana aku meringkuk di balik selimut seharian
Ada hari dimana aku menuliskan ide-ide cemerlang dan merealisasikannya
Ada hari dimana aku mengubur ide-ide yang kemarin aku tuliskan
Ada hari dimana aku berputar-putar di depan cermin dengan pakaian terbaik
Ada hari dimana aku cukup memakai kaus kusam sedikit kusut
Ada hari dimana aku memilih membaca buku dengan tenang
Ada hari dimana aku mencari teman untuk bercerita panjang
Ada hari dimana aku menjadi sangat produktif dan teratur
Ada hari dimana aku mengerjakan tugasku dengan baik
Ada hari dimana aku menyelesaikan setiap hal tanpa drama
Ada hari dimana aku membuat drama untuk masalah yang tak ada
Ada hari dimana aku merasa buntu dan tidak bisa menuliskan apapun
Ada hari dimana aku makan begitu banyak
Ada hari dimana aku tak ingin makan sama sekali
Ada hari dimana aku mencari seseorang untuk ku peluk
Ada hari dimana aku tidak suka dengan aroma menyengat
Ada hari dimana aku menangis pilu melihat siput yang terlindas
Ada hari dimana aku memilih berjalan sendirian menikmati hari
Ada hari dimana aku pergi bersama teman-teman ramai
Ada hari dimana aku berpikir serius
Ada hari dimana aku memikirkan mu dengan serius

Sederhana

Ingin kembali ke masa dimana aku berpikir, kucing itu lucu.
tidak membayangkan kesulitanya di jalanan.

Ingin kembali ke masa dimana aku melihat, orang dewasa bekerja.
tidak menjadi orang dewasa dengan kebingungan mau melakukan apa.

Ingin kembali ke masa bahwa romansa, selalu beakhir bahagia.
tidak merasakan patah hati terlampau dalam akibat salah menaruh cinta.

Ingin kembali ke masa, bukan segera mengakhiri masa.

Hanya si Cantik yang Boleh Bertingkah Imut

sejatinya begitulah dunia bekerja

tak perlu menulis lebih banyak kata

semakin diungkapkan

semakin terasa ketimpangan



Pemandangan dari Cafe

Kucing kurus melintas di jalan setapak sebelah cafe,
Tak memperdulikan orang-orang dibalik kaca megah 
Berhenti sejenak, tepat di titik orang-orang dapat melihatnya jelas
Kontras warna bulu putih-dekilnya diantara rerumputan hijau
Menjilati bulu-bulunya, menggarus telinganya, dan mulai... mengais-ngais tanah
Semua mata yang menatap terkesiap, tak siap menghadapi pemandangan itu
Kucing kurus itu mulai menunjukkan gestur buang hajat
Tepat sebelum terjadi, Anjing berbulu coklat menyalak dan berlari ke arah kucing kurus
Kucing kurus melompat dan langsung berlari terbirit-birit
Para penonton mengehmbuskan nafas
Bersyukur tak melihat kelanjutan situasi barusan
Jahat kah kita, manusia?

Cemas Cemas Cemas

Ada hari dimana rasa cemas memenuhi dada

Terasa sesak dan berat meski tak ada apa-apa

Seperti ada udara besar di ujung kerongkongan

Membuat rasa mual pada setiap pandangan


Entah karena berita-berita begitu jahat

Sementara Tuhan beri aku begitu banyak kesenangan

Entah aku sebenarnya dalam ujian berat

Berbalut tawa dan tak ingin lepas dari kenyamanan


Seperti orang buta rasanya berjalan di dunia

Minta dituntun oleh siapa saja, kapan saja

Saat tidak ada yang menarik lengan kurus ini

Diri kembali bersantai dan tak ingin pergi


Ada panduannya, tapi tak dibaca

Ada panutannya, tapi dilihat saja

Ada hadiahnya, tapi seperti tak berusaha

Ada hukumannya, tapi pasrah juga


Duhai Pencipta, sungguh ku takut akan hukuman dunia

Duhai Pencipta, juga ku takut hari penghakiman selanjutnya

Duhai Pencipta, aku tak tau sekarang apa yang aku rasa

Duhai Pencipta, sebenarnya kemana arah diriku ini tercipta


Ini hari aku dirundung gundah gulana

Esok hari, kembali lupa.


Ah....


Bagaimanapun, aku pinta pada Sang Pencipta

untuk takperah menghilangkan arah hanya kepada-Nya



Anaknya Mama Papa

Siapalah aku menulis-nulis dan bersyair

Tak ada pada diriku darah penyair mengalir


Siapalah aku ingin berbicara soal sikap berpolitik

Tak ada ada pada diriku diajarkan bermain dengan taktik


Siapalah aku ingin jauh berpetualang

Tak ada menurun dari leluhur berani keluar kandang


Siapalah aku dimata anak cucu

Karena aku, tak berani mencoba lebih dahulu


Sibolangit, November 2025

Seporsi Mie Ayam Mungkin Mengandung Kafein

Hari ini, tak ada kopi yang ku sesap
Aku bangun dengan rasa lapar mencekam
Ku masak nasi dengan cara tercepat
Dan bertanya, lauk apa untuk sarapan

Belum ada, begitu pula kopi tidak kuseduh
Orang gila mana yang melakukan itu saat perut keroncongan
Ku ambil telur ayam eropa, ku pecah, dan goreng utuh
Empat jumlahnya, ku siram lagi dengan saus sambal racikan

Harusnya tak ada kafein pagi ini
Siang kumakan ikan sambal dengan sup tomat
Bersama opak yang digoreng setelah bertahun dalam lemari
Ku nikmati sepiring dengan nasi panas, nikmat

Dari mana kafein ini datang?
Sorenya aku menyusul teman di warung kekinian
Jualan mie ayam dengan elegan
Enak kataku, cobalah rasakan.

Lalu malam menutup setiap kegiatan
Langit mengguyur jalanan dengan lembut
Setiap tetes terdengar seperti piano di atas jalan
Bernada, sambut menyambut

Kini sudah mau pukul empat pagi
Tanpa ada pengaruh kafein
Kupastikan tak ada sesesap kopi kemarin dan hari ini
Lalu mengapa dadaku berdebar seperti membeli gas dari warung lain?

Kutorekah kisah hari pada semua
rekor terbanyak membicarakan orang lain
Apa efek kafein muncul karena peningkatan dosa?
Rasa takut tak bisa masuk surga sampai bisa dimaafkan meski di dunia lain?

Benar-benar, jangan menulis di pagi buta
terlebih saat hujan masih samar terdengar
Isi kepalamu akan penuh degan berbagai rekayasa
Tanpa batas antara salah dan benar

Lelap sudah akhirnya,
Biar pulas akan mencerna
seporsi mie ayam sore tadi
terserap, bersama cerita dini hari







Masih dengan secangkir kopi

Kala ku kecil,
Ada saat dimana aku mampu terjaga sampai pagi
Mengobrak-abrik kotak mainan, rak buku, apa saja
Membuat ibuku terbangun dan membujuk, "Nak, tidurlah"
Aku beranjak menuju rajang tingkat
Berbaring dan memeluk boneka kesayangan, sembari membayangkan pagi menjelang
Jalan-jalan. Jauh.

Begitulah, setiap kali ada perjalanan.
Aku takkan bisa tidur, membayangkan jalan-jalan.


Kala ku remaja,
Ada saat dimana aku mampu terjaga sampai pagi
Kadang mengoprak-oprek komputer, mengetik, apa saja
Membuat ibuku terbangun dan mengomel,"Besok sekolah, tidur!"
Aku beranjak mengarah kamar
Diam-diam tetap tak tidur, membuka buku pelajaran, sembari komat-kamit
Semoga semua yang aku baca masuk kedalam ujian

Begitulah, setiap kali akan ujian
Aku takkan bisa tidur, gelisah karena tak mencicil belajar


Kala ku mulai dewasa
Ada saat berhari-hari aku terjaga sampai pagi
Kadang berharap dapat mencuri 1 jam yang terpakai untuk tidur agar tak dihitung sang waktu
Membuat ibuku terbangun dan menatapku prihatin,"Masih banyak tugasnya?"
Aku menatap kertas-kertas tugas kuliah dengan air sudah menggenang disudut mata
"Jangan ditanya-tanya, bu!" Desisku sambil menahan tangis
Semoga selesai, semoga tak terlambat,

Begitulah, hari-hari kuliah
Nyaris tak ada waktu tidur, memikirkan sekian halaman yang mau ditulis lagi


Kini, 
Ada saat aku tak ingin terjaga sampai pagi
Namun kadang tak sengaja meminum secangkir kopi
Kafein merangsang adrenalin atas tubuhku yang tidak terlalu toleran
Membuat ku menggila, menulis, membaca, dan jika dirasuki Bandung Bodowoso, ikut kubangun candi yang ke seribu malam ini
Ibuku tak lagi terbangun, justru aku yag melihatnya tertidur pulas di ruang televisi
Aku menatap ibu. Khidmat mendengarkan dengkurnya yang pelan
Ibu masih ada bersamaku, bersama kita.

Begitulah hari-hari dewasa
Saat sudah berhenti bertumbuh, namun berkembang dalam penalaran yang terbentuk dari malam-malam-malam sebelumnya.


Masih dengan secangkir kopi dari 5 jam lalu
Bersemayam dalam lambung yang lemah
Takkan lagi kusiksa, lebih baik kupaksa mata terpejam
Karena aku tak boleh lelah dan tertidur untuk kisah yang menunggu esok hari

Sepotong Kisah 1000 Hari di Waktu Itu - Puisi

Secuil saja potongan daun itu aku mengenali

Pencahayaan itu tidak asing

Sekelebat saja, sudah cukup mengulang seluruh kisah disana


Ada seribu hari keberadaanku disana

Selayaknya periode keemasan pada seorang bayi

Begitu pula aku merekognisi seluruh perjalanan disana


Pijakan pertama turun di tanah kuning sedikit berlumpur itu

Berlarian di bukit dengan pohon industri menjulang

Ikut memberikan saran untuk titik lokasi yang memiliki aliran sinyal


Senyum para hartawan dikalahkan oleh penjunjung tanaman

Ramah tamah dan gosip rumahan menyapa hari-hari

Sekadar bertanya sayur apa siang kemarin kami makan


Kadang tawaran itu secangkir teh dan kopi

Kadang pisang goreng hasil panen kebun

Atau sekarung durian hasil perang melawan beruang


Sebentar saja, dengan konflik berkepanjangan

Semua pergi tanpa ada salam perpisahan

Tempat yang indah dengan akhir menyakitakan


Satu persatu secara perlahan, kabar itu datang tanpa ditanyakan

Pepohonan hutan mulai tinggi menjulang

Menyusul buah-buahan yang juga kami tanam


Aku menyimpan memori ini bukan karena mau

Seolah tak bisa lepas dari sana, karena nyatanya

Aku sadar ada bagian hidupku pernah tertinggal disana


Abadi.



Tags