Rupa

Rasa sesak ini semakin sering hadir
Mengisyaratkan rindu yang tak kunjung temu

Kehilangan mu yang sebenarnya tak hilang
Kabar ada tanpa rupa

Yang dulu menemani tak kembali
Yang dulu berbagi cerita tak ada lagi

Assalamualakum, kamu.

Aku Menyayangimu

Dalam evaporasi yang membumbung ke atmosfer
Liver ini terasa membuncah saat menatap mu
Detak tinggi diluar pengaruh pacemaker
Sayang, aku ingin merengkuh mu

Ini tak berhenti seperti kemampuan tottipotensi
Terus tumbuh dan tumbuh kembali
lebih cepat dari berkembangnya  meristem apikal
Rasa sayang yang tak bisa kusangkal

Takkan hilang meski di siram asam absisat
Dan menutup luka hati seperti asam traumalin
Bayang mu selalu terasa kasat
Tetap nyata dalam pengaruh formalin

Semoga Tuhan takkan meretriksi hubungan ini
Dan sayang ini Immortil selamanya

Untukmu, biosfer hidupku.

Room

Dont be afraid
Remember what people said
You have to to paid
Something you had get

You must to move
Dont stuck in bad mood
Everybody  have chance
Now, Les't change

If you think you have long time to life
So why you still in safe circumstances
Search for new challenge
Break in and show your competence

Who make you scare
Make them scare of you
You better than they
Make they be your kru

Go and Fighting for the world

Mega dan Senja

Bang, kenapa banyak orang yang menyukai senja?

Sesungguhnya aku jauh lebih menyukai mega

Yang memulai harapan

Yang menjanjikan masa depan

Tak seperti senja yang menutup hari

Tak jelas, remang-remang

Membuat semuanya menjadi mengambang

Waktu, rasa

Masihkan kesempatan itu ada?



Entahlah dik, aku juga tak mengerti

Aku tak mengerti kenapa burat senja seolah menyimpan banyak misteri

Lebih di banding pengahrapan dalam mega

Ada banyak tanda tanya disana

Di banding memulai,

Mungkin begini,



Orang-orang lebih suka mencari hal yang tak pasti.

Aku Menyukai mu

Aku menyukai mu

Aku menyukai rekayasa genetika yang Tuhan anugrahkan padamu

Aku menyukai cacat fisik terindah yang ada padamu

Aku menyukai aroma sekresi tubuhmu

Aku menyukai gurat membran mukosamu

Aku menyukai tutur verbal  mu

Aku menyukai pupil mata yang membesar saat kau melihat ku

Astaga,

Aku jadi ingin mengajukan permintaan padamu

Maukah kau menjadi pendonor kromosom Y untukku?

Lalu kita akan melihat rakyasa genetika terindah berikutnya dari Tuhan untuk Kita.


Jariyah

Sebelum mencipta,
Aku harus lebih banyak membaca

Sebelum mengajar,
Aku harus lebih banyak belajar

Sebelum membuat peta,
Aku harus lebih banyak berkelana,

Dan sebelum aku tua,
Aku harus meninggalkan mantra,
Untuk mereka, untuk negara, untuk dunia


Untuk amal tanpa henti, di negeri abadi

Bisu

Ada tangga-tangga nada 
yang perlahan mulai menghilang
Terhapus badai waktu dan usia
meski masih jelas berbayang

Ingin kembali di ulang
namun hasrat dan rasa tak lagi sama
bagai kayu menjadi arang
irama tak bisa kembali seperti semula

celoteh-celoteh lucu dahulu
tanpa ada penghakiman dan penuntutan
pikiran menjadi kelu
hanya bertahan dalam angan

Komunikasi
ada banyak arti kenapa aku jadi benci
semua hanya omong tanpa arti
mencari penghakiman diri

Lupakan saja, 
biar suatu saat sendirinya sadar
saat aku tak lagi berbicara
bisu dalam sadar

OMONG KOSONG!
AKU TAK TAHAN!
AMBISI TERLALU TINGGI
KAPAN INI AKAN BERHENTI?!

INI BAGAIMANA TUHAN MENJAWAB KU

Depa demi depa ku lalui
Tersandung, terjatuh
dan terluka
sudah

Waktu demi waktu berlalu
Terlambat, terlalu cepat
dan menunggu
terasa

Tapi masa lalu takkan berganti
Masa depan juga belum pasti
aku terlalau berhati-hati
dalam meraih asa dalam mimpi

mencari-cari jawaban dalam semu
Di ruang waktu saat gemerlap meredup
Di saat suara menjadi senyap
Dalam airmata, dalam sujud terdalam

Bulan, kemarin memberiku jawaban.

Pencarian Jati Diri

Saat aku menulis ini, matahari sudah mulai terasa menusuk pori-pori. Belum siang memang, tapi kata emak-emak jaman dulu sebelum gadget menyerang pasti akan berkata "Bangun nak, sudah siang."

Entah kapan terakhir kali aku bangun kesiangan. Memulai pagi dari dini hari - sebelum sang jago berkokok-, meminta ampun dan menangis. tapi kebingungan ini masih meliputi ku.

Aku masih terus merasa gundah akan waktu yang terus berjalan. Tahun ini, istilah kerennya aku akan berkepala dua. Walau dalam penanggalan bulan umur ku 1 Rajab ini sudah 21. 

Aku, siapa?

Aku semakin bingung dan linglung, apalagi sejak saudara tempatku mengeluh dan menjadi pelampiasan ku harus berpisah. Sementara, selama ini aku hanya melihat saudaraku seorang. Saat dia pergi, aku kebingungan. 

Aku, siapa?

Tangisan-tangisan malam belum juga mendapat jawaban pasti, meski proses ini aku tau tak bisa instan, tapi tetap saja aku merasa butuh sandaran hanya sekadar untuk bercerita. Rabbi, aku yakin mendengarkan segala gundah ku. Tapi, aku yang tak peka mendengar jawabannya.

Aku semakin takut untuk tidur. Takut akan sia-sianya waktu dalam pencarian jati diriku. Tapi, walau waktu tidurku semakin singkat, tak ada pekerjaan yang dapat ku selesaikan. Malam-malamku hanya menangis pada-Nya. Lalu di lanjutkan dengan entah apa yang ku kerjakan bahkan aku tak tahu apa yang bisa ku kerjakan dalam kondisi seperti ini.

Menurutku isitlah Men sana in corpore sano adalah salah untuk diriku. Entahlah untuk orang lain. "Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat"? Huh! Sampai di tinggal saudariku terakhir aku sehat bugar. Lalu, entahlah apa yang terjadi. Aku sakit dan terus berlajut sampai sekarang. aku tak mengeluhkan sakitku karena yang ku percayai sakit akan mengangkat dosa kita. Aku tetap menjalani aktivitas ku seperti biasa.

Aku, siapa?

Sebelumnya aku selalu berhati-hati ketika melakukan pengerjaan di laboratorium. Namun sudah seminggu ini aku terus-terusan melakukan kesalahan. Memecahkan alat praktikum hingga menumpahkan larutan. 

Badan ku rasanya babak belur. lebam-lebam. Karena pecah konsentrasi aku nyaris mencelakakan teman-temanku. Esoknya, aku kembali 'terbang' bebas dan sukses membuat rusak permanen pada kendaraan ku.

Aku, siapa?

Salah seorang teman ku berkata "Kau hanya tak bisa mengeskpresikan perasaanmu dengan jelas dan jujur pada orang yang belum kau percayai. Bahkan sahabatmu sendiri belum kau anggap sahabat. sampai sekarang kau masih lebih percaya pada saudarimu bahkan di banding orangtua mu. 
Kau harus sembuh. Cobalah mencari seseorang yang lain. Coba percayaiku kalau kau tidak keberatan"

Aku, siapa?

Tak ada yang tau. bahkan aku sendiri. Kemana arahku, kemana langkahku. Aku harap, ini minggu terakhir aku lepas dari penyakit psikis ini.

Tags