Tampilkan postingan dengan label renungan pernikahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan pernikahan. Tampilkan semua postingan

Cerpen Kisah Pernikahan Baru : Bila Ini Saat Terakhir Bersamamu

Cerpen Kisah Pernikahan Baru : Bila Ini Saat Terakhir Bersamamu


"Bang, jika aku lebih dulu menemui Illahi kau akan baik saja kan?" ujar perempuan muda itu sambil tersenyum menatap lelaki yang berada di depannya.


"Dirimu bicara apa Dik, kita baru setengah tahun bersama mengapa kau bertanya tentang hal itu?" balas lelaki yang sore ini mengenakan kemeja oranye sambil menujukkan wajah gusar.


"Kau tak memiliki penyakit parah sebelumnya kan, Dik?" lanjutnya. Perempuan bertudung hijau itu menggeleng mantap sebagai jawaban tidak.


"Takdir memang sudah menuliskan pertemuan kita bang. Namun takdir juga berhak memisahkan kita tanpa alasan di luar logika manusia."


"Abang percaya takdir, dan jika itu terjadi tentu tak ada yang bisa abang perbuat selain mendoakan mu dik. Abang juga tak bisa berjanji jika dirimu yang lebih dulu abang tetap setia pada cintamu di dunia ini." jawab lelaki itu jujur. Lalu lelaki itu bertanya balik,"Bagaimana jika Abang yang lebih dulu menghadap Illah, Dik?"


"Aku akan mati bang. Aku akan membunuh diriku di dunia fana ini." jawab perempuan muda itu dengan tenang lalu menyesap lemon tea hangat miliknya. sementara sang lelaki terperanjat dan matanya terbelalak.


"Maksud mu apa dik?! selemah itukah iman mu?! ku nikahi kamu karena keteguhan agamamu! dan hanya karena kepergian diriku kau akan melakukan hal yang di laknat Allah?!" sentak lelaki itu keras sampai kopi miliknya sedikit terguncang. Burung-burung gereja yang sedang asik istirahat di pohon cemara taman kecil mereka pun terbang karena terusik.


"Bang, tidak sesederhana itu." Wanita itu berusaha menenangkan lelakinya sambil menangkupkan kedua tangannya di tangan sang lelaki yang sedang mengepal di atas meja. ia melanjutkan jawabannya. "Jumlah lelaki dan wanita saat itu perbandingannya sangat kontras. Jika aku kehilangan mu Bang, maka aku takkan mungkin menikah lagi. Aku takkan pernah menikah dengan lelaki yang sudah pernah menikah apalagi poligami. Sehingga aku harus membunuh perasaanku agar perasaanku kepadamu tetap terjaga. Jika kau pergi setelah kita memiliki keturunan, maka aku harus membunuh nafsu duniawi ku. aku hanya mengurus anak dan mencari nafkah untuk seluruh kebutuhan mereka. tak lebih, untukku hanya jika aku benar-benar butuh. aku akan tetap melanjutkan hidup tanpamu bang, aku tetap makan dan sehat tanpamu bang, aku malah akan lebih banyak beribadah agar di kehidupan selajutnya kita dapat kembali di pertemukan. Dunia ini fana, yang ku inginkan adalah cinta abadi di kehidupan berikutnya bang."


"Dik... sungguh aku yang menjadi rapuh mendengar jawabanmu. sungguh aku yang menjadi sangat takut kehilanganmu. Seakan-akan aku takkan bisa sendiri tanpa seorang pendamping..." lelaki itu menggenggam erat tangan perempuannya.


dan di sore yang semakin meredup mereka menyelesaikan diskusi mereka dengan saling menyentuhkan dahi mereka satu sama lain.

*****
*Terinspirasi dari pasangan muda yang sangat bijaksana.


Cerpen Islami Rasa tanpa Rasa

 Rasa tanpa Rasa

"Fan...." panggil ku. yang empunya nama tak bergeming. "Fanny..." ulang ku lagi. Fanny masih terseyum-seyum sendiri menatap layar smartphone miliknya.
"FANNY!" sentakku kencang sambil memukul bahunya. Fanny terlonjak.
"UWOY! Biasa aja kali manggilnya! kaget aku." sejenak perhatiannya menoleh kepada ku. beberapa detik kemudian ia kembali menekuni layar smartphonenya. Aku jadi geram sekali. "liat apa sih?" tanya ku penasaran.
"Eheheheee, cakep gak?" Fanny menunjukkan layar hapenya ke arahku. aku melihat seorang lelaki dengan tampang setelan ikhwan1 tersenyum lebar menghiasi layar hape Fanny.
"Siapa?" tanya ku.
"Belum kenal sih, tapi orangnya ramah lo. Aku udah ngeadd facebooknya, follow twitter sama IG nya trus juga aku udah ada pin BB nya. Linenya juga ada. hehehehe." kata Fanny dengan wajah kesemsem.
"Jadi apa kabar dengan Akhi2 yang kemarin sudah datengin Ayah mu buat ta'aruf itu?"
"Belum ku jawab Sher... Aku ragu..."
"Kenapa?karena kamu suka dengan ikhwan ini?" desakku sambil menunjuk lurus ke hape Fanny.
"Hush! enggaklah, aku kan cuma menjalin pertemanan Sher! Sillaturrahmi lo!" Lalu Fanny memasang wajah bingung.
"Nah lo, wajah kamu menggambarkan kegundahan mu Fan...." usikku. Fanny terdiam. Matanya menatap lurus seakan menembus dimensi yang lain.

Aku dan Fanny dibesarkan di lingkungan pesantren. Kami berdua tidak pernah pacaran karena tau hukumnya mendekati zina. Sekarang umur kami sudah 22. Fanny sudah menyelesaikan kuliah ekonomi syariahnya tahun lalu. Sementara aku masih sibuk menyusun skripsi di jurusan farmasi. walau belum selesai aku menerima ta'aruf dari seorang lelaki bulan lalu. Usai aku wisuda lelaki itu janji untuk segera mengkhitbah. sejauh ini kami baru dua kali bertemu. Sementara Fanny, perawakannya yang feminim, lembut, cantik dan sholehah menjadi incaran banyak lelaki. Namun, setahun ini sudah belasan lelaki yang ia tolak. Fanny terlalu takut karena ya seperti tadi, ia suka berteman dengan ikhwan-ikhwan cakep yang berseliweran di media social tapi malah tidak ada yang berani mendatangi ia secara syariat. sering aku ingatkan, tapi alasan Fanny adalah untuk sillaturrahmi.

"Sudah ishtikoroh?" tanya ku pelan. Fanny membalasnya dengan gelengan kepala yang pelan pula.
"sama seperti sebelum-sebelumnya Sher, gak ada jawaban..." keluhnya.
"Berarti ada yang tidak betul Fan, kamu istikhoroh mempertanyakan seseorang yang datang untuk hati mu. padaha; di hati mu sudah ada rasa untuk yang lain... bagaimana jawaban itu bisa masuk..?" cecarku.
"Tapi sungguh Shera...aku gak ada rasa! sungguh!"
"Kalau gak ada rasa kenapa senyum-senyum lihat foto tadi?"
"Yaaaa kan aku suka lihat cowok yang tampangnya manis Sheer... ini bukan Rasa kok, cuma suka liat mukanya aja..."
"Yaelah Fan, Rasa tanpa Rasa omong kosong macam apa itu."
"Jadi aku harus memutuskan jalinan sillaturahmi dengan ikwan-ikwan cakep ini?" Fanny men-scroll daftar pertemanan di Facebooknya.
"Bukan di putuskan, tapi berkomunikasilah seadanya. jangan sering lihat fotonya. ingat! Pandangan pertama itu nikmat, pandangan kedua itu maksiat."
"Lah,itu kan cuma berlaku pas orang aslinya lewat?" Fanny mengelak polos.
"Jaman Rasul belum ada Instagram Fanny! Aqli di pake dong. Naqli juga dipahami bener-bener! iiiihhhh" aku mencubit pelan lengan Fanny dengan gemas.
"Aw,aw, iya deh iya!" Fanny menepis tanganku dari lengannya.
"gini aja deh, aku sita smartphone mu 1 minggu aja. selama itu dirimu harus istikoroh. tepiskan semua rasa yang ada. netralkan hatimu. tanya sungguh-sungguh sama Allah. nanti kalau sudah ada jawaban segera kasih kepastian!" aku merampas smartphone dari tangannya. Fanny terseyum dan setuju dengan jalan keluar dari ku. ia memang benar-benar kecanduan smartphone belakangan ini.

Ah, Rasa tanpa Rasa. Sesulit itu kah mengendalikannya?

*1: lelaki muda berjanggut tipis tanpa kumis dan berwajah bersih terlihat rajin beribadah
*2: sebutan untuk saudara laki-laki dalam bahasa arab
#NULISRANDOM2015

Tags