Sebelum Sebuah Jawaban - Cerpen

Dalam pengaruh kafein, aku menolak permintaan mu untuk menyukaimu kembali.


kenapa? kau tanya.


Aku menarik nafas panjang dan merasakan aroma kopi menyeruak didalam indera penciumanku. Kali ini, aroma parfum murah yang kau beli dari steling penjual pulsa langgananmu tertutupi sempurna.


Kamu... tidak menyukaiku? cecarmu tak sabar menunggu jawabanku.


'Bukan tidak suka, aku menyukai nyaris semua...


...hal termasuk hewan kan? Ah leluconmu kali ini tidak tepat dalam pembicaraan kita ini.


Kau seolah menjadi orang yang paling paham tentangku, leluconku, gelagatku, namun yang kau lakukan malah membungkamku. Aku menatap lekat matamu yang memandangku, pandangan yang sama, keyakinan, percaya diri yang setara antara kau dan aku. Sebegitu cocoknya kita dalam berbagai hal, tidak bersaing, justru melengkapi. dan itu yang membuat kita beberapa tahun ini seperti jalan ditempat.


Ternyata benar kata orang-orang. Sikapmu memang hanya karena kamu baik saja, bukan karena kamu suka denganku.


'Kalau aku melakukannya karena memang suka padamu, bagaimana?'


Seperti kau menyukai nyaris semua orang dan hewan-hewan bahkan.. tumbuhan kan?


'Aku tak melihat masa depan diantara kita.'


Juga aku. siapa yang bisa melihat masa depan? 


Tekanan ini membuatku merasa dikuliti. Ketika mendapati seseorang yang memahami diri ini, justur aku berharap ia tak sepaham ini. 


Aku membaca. Tulisanmu.

Tentang kamu ingin tinggal di pinggiran kota, tentang cita-citamu ingin mengajar anak-anak, tentang mu yang ingin mendukung dan di dukung pasanganmu untuk terus belajar. Tentang mimpimu untuk keluarga, tentang harapanmu sampai kepada akhir kehidupan. Maaf aku tak sengaja membacanya.


Wajahku terkesiap. 'Kapan kau membacanya?'


Sewaktu aku meminjam catatanmu untuk sele-sele. Sekali lagi maaf karena aku tak sengaja membacanya.


'Sebentar.' Aku merogoh sebuah buku dari dalam tas dan menyodorkannya padamu. 'Tulisan itu dari buku ini. Aku hanya mengutipnya sembarangan.'


Sekarang, gantian wajahmu terkesiap.


'Sekarang kau sudah tak membutuhkan jawabanku lagi kan?'


ya.


Kusesap tegukan terakhir v60 yang tersisa. Ah laki-laki, jika memang sudah saatnya mencari mangsa, ia akan memakan semua yang muat kedalam mulutnya. Dan perempuan yang tak siap dimakan, akan mencari 1001 alasan untuk membuatnya semuanya menjadi tidak masuk akal. Yang siap dimakan, akan menjelma menjadi sajian terbaik, terkadang dengan topping sedikit berlebihan. Meski ada beberapa yang memoles diri hanya sampai etalase display.


Perempuan bukan objek kau bilang.


'Iya, benar.' oh, ini masih berlanjut. Aku terlanjur memesan ojek daring.


Lalu kenapa kau berpikir seperti itu?


Sebentar, kau bisa baca pikiranku?


Sejak kemarin. Aku tak mengutarakan perasaan ini kalau tiba-tiba aku tak mendapat keajaiban ini.


Ojekku sudah datang. Dan sekarang aku didera kebingungan hebat.


Pergilah, dan kembali saat kau berhenti memikirkanku, aromaku, penampilanku, kehawatiranmu kepada ku. Karena pikiranmu tentangku begitu berisik.


'Baik aku pergi.' Selamat tinggal. Sepertinya kafein kali ini memunculkan reaksi halusinasi sebab ku konsumsi dalam kondisi stres. 


Lalu sekarang aku merasakan kau memelukku, erat. Aduh, ojeknya menunggu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau ada yang ga bagus tolong dikasi tau ya, biar penulis bisa menyempurnakan tulisannya :)
kalau ada ide lanjutan cerita juga di terima...
Makasih :D

Tags