Menari Bersama Malam

Jam telah menujukkan waktu 00.00 WIB. Bukannya mulutku yang menggeliat, tapi mata ku yang masih aktif bergerak. Ku katupkan kelopak yang memiliki gen mongoloid, tapi apa daya bola di dalamnya terus bergerak tak ingin berhenti.

Kaki dan tangan ku pun mulai bergerak, mencari apa-apa yang bisa ku lakukan, yang bisa ku sentuh dan ku pereteli. Aku mencari kopi ke dapur, padahal aku tidak suka kopi. Entahlah, aku hanya ingin menyesap kopi seperti orang-orang di luar sana yang terlihat begitu menikmati kopi. Padahal, saat aku meneguk cairan hitam itu, jantungku langsung berdebar kencang dan terasa menyakitkan. Debaran itu terasa seperti menggedor-gedor ruang dadaku. Adrenalinku serasa di pacu dengan paksa. Dan malam ini, aku tak kapok juga. Jantungku terasa begitu sakit. Tapi biarlah, toh nanti 'berhenti' dengan sendirinya.

Aku masih mencari-cari dalam selimut angin malam yang menusuk. Susu. Aku suka susu. Mungkin secangkir susu coklat hangat akan menenangkanku. Bodoh, coklat memberi energi, bukan melemaskan. Seharusnya ku campur bius atau sianida biar aku bisa 'tenang'?

Sekarang 03.19 WIB. Suara dentingan tongkat yang di pukul ketiang listrik sebanyak tiga kali barusan aku dengar. Bapak ronda baru saja melewati daerah rumahku. Sudah tak mungkin lagi aku tidur, atau aku tak bisa bangun untuk pergi berhajat. Sekitar 1-2 jam lagi takkan terasa aku akan segera mendengar suara mengaji dari menara mesjid yang baru di bangun setinggi mungkin. jauh lebih tinggi dari pada tempat peribadatannya sendiri.

Kelopak mataku mulai melemas, namun mulutku tak kunjung menggeliat. Dan ragaku masih tetap aktif bergerak. Tapi ketika aku menutup kelopak. Aku tak pernah lagi melihat pagi.

Malam terlalu mencintaiku.

2 komentar:

  1. Fokus sama tampilan blog Iyah. Baguuuus dek. Rapi jadinya :')

    BalasHapus

Kalau ada yang ga bagus tolong dikasi tau ya, biar penulis bisa menyempurnakan tulisannya :)
kalau ada ide lanjutan cerita juga di terima...
Makasih :D

Tags