Cerpen Romantis : Penantian Hujan di Tengah Malam

Penantian Hujan di Tengah Malam

“Dik, belum tidur?” Tanyaku pada kekasih halalku.

“Belum, gak bisa tidur. Gerah nih Mas...” Keluhnya padaku. Ia menyibakkan selimutnya. Wajahnya memerah karena panas.

“Duduk ke taman belakang sebentar yuk, nikmatin angin malam biar sejuk. Mas juga ga bisa tidur...” Ajakku. Ia menggangguk dan segera beranjak dari ranjang. Kami bersama menuju taman belakang rumah kami.

Aku duduk santai menikmati rembulan yang sedang beerbentuk sabit. Sudah seminggu tidak turun hujan. Langit malam ini sedikit mendung. Mungkin akan turun hujan makanya udara sedikit gerah. Perbedaan tekanan udara dari langit menyebabkan hawa panas menggeliat di permukaan bumi.

Trek. “Teh mas,” ia meletakkan dua cangkir yang berisi teh hangat. Lalu ia duduk dan bersandar disampingku sementara matanya menatap kosong ke arah bulan.

“Mikirin siapa?” Tanyaku. Aku mengenal sifatnya satu ini. Pandangan kosong dimatanya adalah tanda bahwa ia sedang memikirkan sesuatu dari hatinya. Bukan dari kepalanya.

“Dia, Mas...” Katanya santai sambil menyesap teh hangat miliknya. Aku hanya tersenyum takdzim seolah mengatakan padanya ”Tak mengapa, kenangan itu milikmu...”

******

Kasihku ini punya cinta pertama. Dan ia mengakui bahwa sangat sulit untuk melupakan cinta pertama di masa SMA nya itu. Bukan salah dia dan juga bukan salah ku, kami baru bertemu saat bangku kuliah di semester akhir. Ini semua sudah rangakaian takdir.

Ia menyukai lelaki itu terlebih dahulu. Menyukai secara diam-diam. Memendam rasa sampai kadang dia sakit karena tak kuat menahan rasa sukanya pada lelaki itu. Sementara lelaki itu tak sedikit pun menunjukkan ketertarikan pada kasihku ini. Namun kasihku tetap mengejar lelaki itu. Begitulah yang ku tahu darinya.

Selepas SMA ia dan lelaki itu terpisah di kampus yang berbeda. Dan lelaki itu sudah tahu perasaan kasih ku ini karena di beritahu seorang temannya saat perpisahan sekolah. Selama kuliah kasihku tak lagi mengejar lelaki itu. Tapi dia mengingatnya.

Akhir semester dia tak sengaja bertemu denganku di perpustakaan kampus. Lebih tepatnya aku yang menemukan dia. Di bawah cahaya senja, air matanya memantulkan warna oranye yang meneduhkan. Aku memperhatikannya lama. Seolah ia adalah makhluk yang diciptakan untuk kulindungi. Aku tak dapat menahan hasratku untuk mengabaikannya. Selang setengah tahun aku wisuda dan kasihku pun wisuda, aku melamarnya dan menikah tiga bulan kemudian.

******

“Kemarin dia menghubungi ku,Mas...” Aku sedikit kaget takut kasih ku berpaling. “Dari awal ia memang belum memberi hatinya pada ku sih.. justru seharusnya dia berpaling padaku” pikirku sambil sedikit tersenyum geli.

“Mas kok malah senyum sih!” Protesnya padaku.

“Eh, tadi kamu bilang apa? Mas tiba-tiba kepikiran sesuatu yang lucu tadi... maaf.. maaf..” sambil sedikit tertawa karena tak tahan melihat ekpresi kesal kasihku.

“Dia! Si itu lo, aduh mas pasti tau deh. Dia menelponku kemarin sore dan bilang kalau dulu pas SMA dia suka aku ternyata! Cuma dia diem aja dulu karen aku suka buang muka pas ketemu dia! Dia kira aku benci dia,Mas! Padahal kan itu karena aku ga sanggup natap wajahnya lo! Terus dia nanya bener gak kabar aku udah nikah. Ya aku iyain. Dia kaget dan malah bilang mau jumpa aku sama Mas karena ingin menuntaskan perasaan dulu itu mas! Jadi gimana ini, Mas?” ia mengakhiri laporannya itu dengan wajah bingung.

“Kamu masih suka dia gak?”

“Mas bilang kan diantara kita harus selalu jujur apalagi soal perasaan.... ya masih sih Mas.” Sedikit,hatiku sakit mendengar jawabannya.

“Banyakan mana suka kamu ke Mas sama suka kamu ke dia?”

“Mungkin ga bisa dibandingkan seperti itu sih Mas. Rasa sukaku ke dia.. mungkin, mungkin loh ya kayak fans yang menyukai artisnya tapi tau ga bakal ada akhir seperti yang dikhayalkannya. Kalo Mas adalah kebahagiaanku yang nyata. Yang jelas. Tidak membuat ku galau. Tiba-tiba berani datang untuk memiliki ku. Dan sekarang memahami segala perasaan dan tingkah ku...” ujar kasihku sambil tersenyum hangat. Hatiku pun dibuatnya hangat seperti senja yang kurasakan saat pertama kali melihatnya.

“Kalau begitu kamu tahu dong jawabannya ‘gimana’ tadi. Kamu mau kita menemuinya apa tidak demi kelangsungan kebahagiaan yang kamu rasakan sekarang?”

“Kayaknya... ga perlu deh Mas. Kalau ditemui sekali ntar dia bisa minta ketemu lagi saat Mas sedang ga ada. Apalagi dia belum nikah...”

Angin dingin mulai terasa dan gerimis satu-satu mulai turun. Hujan yang kami nantikan sudah tiba.

“Bagus kalau kamu sudah bisa menentukan sendiri. Sudah sejuk nih, tidur yuk?” ajakku. Dia mengangguk dan tangannya mengelayut di lenganku. Bersama, kami kembali ke kamar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau ada yang ga bagus tolong dikasi tau ya, biar penulis bisa menyempurnakan tulisannya :)
kalau ada ide lanjutan cerita juga di terima...
Makasih :D

Tags